Senin 22 Aug 2016 02:30 WIB

177 Calon Haji Berpaspor Filipina Mayoritas dari Sulawesi

Rep: Mabruroh/ Red: Ilham
Jamaah Haji Indonesia dan Malaysia dibawa otoritas Bandara International Passay City - Manila Selatan karena menggunakan paspor palsu Filipina menuju Arab Saudi (EPA/Manila International Airport Media Affair)
Foto: EPA/Manila International Airport Media Affair
Jamaah Haji Indonesia dan Malaysia dibawa otoritas Bandara International Passay City - Manila Selatan karena menggunakan paspor palsu Filipina menuju Arab Saudi (EPA/Manila International Airport Media Affair)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemen,terian Luar Negeri Republik Indonesia mengatakan, 177 Warga Negara Indonesia (WNI) yang menggunakan paspor Filipina saat hendak haji, rata-rata berasal dari Indonesia bagian tengah. Sebanyak 50 persen dari 177 jamaah calon haji tersebut merupakan WNI dari Sulawesi Selatan.

Direktur Perlindungan WNI, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, tim KBRI telah melakukan verfikasi secara verbal terhadap 177 WNI yang masih tertahan. WNI terdiri dari 100 prempuan dan 77 laki-laki tersebut saat ini masih tertahan di Detensi Imigrasi Camp Bagong Diwa Bicutan, Manila.

"Iya untuk mendapatkan kepastian secara yuridis status kewarganegaraan 177 orang tersebut, makanya dilakukan pengecekan data," kata Iqbal melalui siaran pers di Jakarta, Ahad (21/8).

Iqbal menerangkan, verifikasi status kewarganegaran ini menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM). Sementara ini, kata dia, hasil verifikasi verbal menyebutkan mayoritas calhaj dari wilayah Sulawesi Selatan. Sedangkan selebihnya dari Jawa, Kalimantan, DKI Jakarta, Jambi, Riau, Sumbawa, Yogyakarta, Banten, dan Lampung. "Secara umum kondisi mereka baik dan sehat," ujar Iqbal.

Menurut dia, KBRI Manila telah memasok kebutuhan logistik harian dan juga obat-obatan untuk 177 calhaj. Selain itu, tim KBRI Manila juga telah membentuk tim piket untuk bergantian memantau kondisi 177 WNI dan merespons setiap perkembangan yang membutuhkan penanganan cepat.

Sebanyak 177 WNI berstatus sebagai saksi korban. Pasalnya, mereka hanya tengah mencari jalan untuk dapat berangkat haji. Sehingga jika pun ada para korban ini akan di bawa ke pengadilan, maka tetap sebagai saksi korban, bukan tersangka. Kecuali, apabila ditemukan berdasarkan hasil invesigasi ada dari para korban ini teridentifikasi bagian dari sindikat pemalsu paspor tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement