REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Makkah Arsyad Hidayat menilai penerapan sistem e-Hajj oleh Pemerintah Arab Saudi dapat menurunkan jumlah jamaah haji nonkuota. Adanya e-Hajj memperketat penerbitan visa kepada calon jamaah haji.
"E-Hajj sangat memperketat penerbitan visa karena menyaratkan adanya kepastian kontrak akomodasi, transportasi, dan katering selama di Saudi," kata Arsyad saat menjelaskan mengenai keberadaan jamaah haji non kuota, Selasa (23/8) malam waktu Arab Saudi.
Kontrak tersebut, menurut Arsyad, tidak hanya manual, tapi kontrak elektronik yang harus mendapat persetujuan dari Kementerian Haji. "Dari kontrak elektronik itu, kita bisa meng-entri nama untuk proses penerbitan visa. Tanpa kontrak elektronik, pihak Saudi tidak akan membuka akses untuk mengirim nama," katanya.
Ia optimistis sistem visa yang diterapkan dalam e-Hajj akan memperkecil peluang orang yang tidak mempunyai kesiapan kontrak dengan penyedia katering, transportasi, dan akomodasi, untuk bisa masuk ke Arab Saudi. Menurut dia, jamaah non kuota sudah dapat dicegah sejak di Tanah Air mengingat hanya jamaah yang telah menyelesaikan pelayanan-pelayanan kontrak yang dapat memperoleh visa.
"Dengan adanya kontrak, seluruh pelayanan yang akan diberikan kepada jamaah selama di Arab Saudi itu sudah siap dari awal. Kalau itu tidak ada, maka tidak bisa dapat visa," tambahnya. Lebih lanjut ia mengimbau jamaah haji Indonesia untuk mendaftar melalui jalur resmi untuk menghindari risiko.
"Beberapa tahun lalu, banyak ditemukan jamaah non kuota tidak memiliki tempat tinggal, baik di Mekkah, Madinah, atau Armina. Sehingga mereka ada sebagian yang masuk ke tenda-tenda jamaah haji reguler atau khusus," katanya.
Arsyad mengaku bahwa saat bertugas di Madinah tujuh tahun lalu, ia menemukan jamaah haji nonkuota yang tertahan di terminal hijrah karena tidak memiliki akomodasi di Madinah. "Pihak di terminal hijrah tidak memberikan izin masuk kecuali sudah ada kontrak yang mengatakan bahwa jamaah tersebut punya tempat tinggal," ujarnya.
Dia menilai keberadaan jamaah haji nonkuota mengganggu jamaah haji reguler maupun khusus, karena sering masuk atau menumpang pada jamaah haji reguler dan haji khusus.
Tahun ini Indonesia memiliki kuota jamaah haji 155.200 untuk reguler dan 13.600 untuk jamaah haji khusus akibat masih berlakunya pemotongan kuota bagi seluruh negara, karena proyek pembangunan di sekitar Masjidil Haram yang belum selesai.