REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diminta jeli guna menghindarkan diri dari keberangkatan haji ilegal. Jeli yang dimaksud adalah mampu memastikan keberangkatan haji tersebut sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan pemerintah Saudi dan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Direktur Utama Muna Tour H. Sugeng Wuryanto menjelaskan, keberangkatan haji ini harus memenuhi aspek legalitas dan akomodasi. Tidak hanya masalah hotel saja. Melainkan juga program haji seutuhnya. "Dengan program jelas yang diketahui, kemudian tahu berangkat haji dengan kuota apa?" papar Sugeng kepada Republika.co.id, Kamis (25/8).
Menurutnya, Pemerintah Saudi tak hanya mengeluarkan visa kuota haji tetapi juga visa lain. "Ini harus dipastikan. Jangan sampai visa yang dipakai visa ummal (visa kerja) atau visa ziarah (visa kunjungan)," ungkap dia menerangkan.
Menurut Sugeng, visa ummal dan ziarah bukan untuk ibadah haji. Visa ummal misalnya, memang bisa untuk masuk ke Saudi tapi tidak bisa memasuki Kota Suci Makkah dan Madinah. ''Begitu juga dengan visa ziarah, Anda bisa ke Saudi tetapi tidak bisa masuk ke Kota Suci Makkah dan Madinah,'' jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, calon jamaah haji harus memastikan apakah yang tertera dalam paspornya adalah visa haji atau bukan. "visa yang diakui Kementerian Haji Saudi untuk para calon jamaah haji yang memasuki Makkah dan Madinah adalah visa haji,'' ungkapnya.
Sugeng berharap para penyelenggara haji dan umrah dapat bertanggungjawab dengan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait visa apa yang bisa digunakan untuk keberangkatan haji. "Kalau kasus Filipina jelas ilegal karena mengubah paspor atau dokumen," ungkap Sugeng menambahkan.