REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Antrian waktu tunggu yang mencapai dua digit di beberapa daerah membuat banyak warga negara Indonesia yang ingin berhaji melalui jalur resmi putus asa.
Banyak cara ditempuh untuk mempercepat keberangkatan, salah satunya mengambil kuota negara lain yang tidak memiliki antrian sepanjang Indonesia, sebut saja Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand dan Timor Leste.
Mulanya banyak yang memilih berangkat melalui Malaysia namun seiring makin panjangnya antrian di negara tetangga itu, kini beberapa orang mulai melirik Filipina sebagai negara titik tolak keberangkatan untuk berhaji.
Namun oleh karena kuota suatu negara hanya diperuntukkan bagi warga negara, muncullah sindikat pembuat dokumen palsu, misal paspor palsu. Dengan iming-iming cepat berangkat ke Tanah Suci, tak sedikit jamaah Indonesia yang terbujuk.
Sekalipun kini kasus mereka telah ditangani pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sedang berupaya memulangkan mereka serta mencegah para WNI itu kehilangan status kewarganegaraannya. Namun kemunculan kasus tersebut kiranya merupakan sebuah pengingat bagi pemerintah untuk mengkaji ulang sistem antrian haji.
Bayangkan saja, berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Agama menunjukkan pada tahun 2015 masih terdapat 2,96 juta orang yang menanti untuk berangkat haji.
Daftar tunggu itu tidak dalam hitungan bulan, atau pun tahun namun belasan tahun. Para calon jamaah haji dari sejumlah provinsi bahkan harus rela menanti lebih dari 20 tahun untuk mendapatkan giliran pergi berhaji.
Data Kementerian Agama per 15 Juni 2016, yang disampaikan Direktur Pengelolaan Dana Haji Kementerian Agama Ramadan Harisman, pada acara pembekalan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Non Kloter di Asrama Haji Pondok Gede pada akhir Juni lalu, tentang waktu tunggu rata-rata haji reguler per provinsi, menunjukkan calon jamaah haji asal Provinsi Sulawesi Selatan memiliki waktu tunggu terlama yaitu 23,92 tahun.