REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama menyatakan perubahan sistem penyelenggaraan haji oleh Pemerintah Arab Saudi masih berimbas pada persiapan keberangkatan jamaah haji Indonesia pada musim haji 1437 Hijriyah, terutama visa.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (29/8), Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, elektronifikasi sistem haji oleh Pemerintah Arab Saudi melalui e-Hajj baru dua tahun berjalan. Aneka persoalan akibat alih sistem ini tak hanya dirasakan Indonesia, tapi juga Saudi.
Indonesia mendukung peralihan karena elektronifikasi akan mempercepat administrasi jamaah haji Indonesia ke depan. Tapi karena ini awal, Indonesia juga masih cari titik-titik optimalisasi beserta kekurangannya. ''Jadi masalah sesungguhnya adalah ini sistem baru. Ada penyesuaian yang dilakukan,'' kata Lukman.
Perubahan proses pengurusan visa sejak 2015 melalui e-Hajj sudah dilakulan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Haji Arab Saudi. Data calon haji dielektronifikasi sebagai syarat keluarnya visa. Indonesia dan India jadi negara percontohan. Indonesia dipilih karena dinilai jadi penyelanggara haji terbaik, dengan jumlah jamaah besar, dan punya sistem baku yang sudah berjalan lama.
Di tahap persiapan, Kemenag akan mengumuman calon haji yang akan berangkat tahun tersebut di laman Kemenag sesuai nomor kursi. Data ini yang dikirim ke Kanwil Kemenag Provinsi serta kabupaten kota untuk diverifikasi. Setelah itu, data dikembalikan lagi ke Kemenag untuk mendata yang menyerahkan setoran awal dan pelunasan sebagai basis data untuk calon jamaah haji.
Setelah itu, baru calon jamaah haji dibuatkan paspor. Paspor lalu dikumpulkan petugas untuk diserahkan ke Kemenag pusat sesuai embarkasi dan kloter. ''Kami belajar tahun ini visa diurus sesuai siapa yang melunasi duluan sehingga tidak ada lagi kloter awal yang visanya belum selesai,'' kata Lukman.
Pelaksanaan pembuatan visa diawali dengan mengirim paspor oleh Kemenag pusat ke Kedutaan Arab Saudi. Permohonan visa dilakukan menggunakan mission reader travel document (MRTD) ke Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Haji. Paralel dengan itu, oleh Konjen Indonesia di Jeddah, Arab Saudi memaketkan data pemondokan, katering, dan data-data lain sesuai data yang diminta di Jakarta.
Hal lain, lanjut Lukman adalah, e-Hajj harus dilengkapi sidik jari dan pasfoto. ''Ini tidak sederhana dan makan waktu. Paspor haji saat ini hijau, bukan cokelat. Maka semua data paspor Kemenkumham harus dipindai,'' kata Lukman.
Ada masing-masing dua kantor Muasasah di Makkah dan Madinah yang akan memberi persetujuan kesesuaian data karena mereka yang memegang data pemondokan dan katering. ''Kalau sudah disetujui, baru data bisa dikirim ke Kementerian Luar Negeri. Lalu akan muncul notifikasi visa bisa dicetak,'' ungkap Lukman.
Visa yang diterbitkan Pemerintah Arab Saudi terbilang baru. Visa saat ini tidak lagi berupa stiker, tapi kertas lepas seukuran paspor calon jamaah haji. Pada 18 Juli 2016, ada 952 paspor bervisa yang selesai.
Pada 29 Juli 2016 atau dalam 11 hari, sudah ada 86.026 paspor bervisa yang rampung. ''Kalau data benar dan cepat, cepat juga visa yang selesai karena sistemnya daring,'' ujar Lukman.
Sampai 5 Agustus atau H-4 sebelum kloter pertama haji berangkat, sudah ada 120.492 paspor bervisa yang rampung. Sementara jamaah haji gelombang pertama yang diberangkatkan berjumlah 87.316 orang.
Sehingga visa paspor sudah melampaui jumlah jamaah haji yang harus diberangkatkan. Itu sebab sejak 5 Agustus 2016, sudah Kemenag sudah yakin visa jamaah haji gelombang satu sudah rampung.