Selasa 06 Sep 2016 05:50 WIB

Jalan Panjang Menuju Tanah Suci

Ibadah haji merupakan salah satu momen untuk memperluas semangat persaudaraan Islam.
Foto: Antara
Ibadah haji merupakan salah satu momen untuk memperluas semangat persaudaraan Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Laporan Didi Purwadi dari Tanah Suci

Wajahnya menebarkan senyum ketika kami datang menyambanginya di Hotel Jauharat Al Syuruq, Jarwal, Makkah, Sabtu (2/9) malam itu. Dan ketika menceritakan kisah perjalanannya menuju kota suci Makkah Al Mukarramah, matanya beberapa kali menggaris mengeluar bulir air mata.

“Saya nggak mau, pak. Saya nggak mau pulang,” ungkap wanita yang mengaku kelahiran 1960 itu menceritakan sepenggal kisah perjalanan panjangnya menuju Makkah.

Astutik Suparman Ngaimin namanya. Dia merupakan jamaah haji Indonesia yang dideportasi karena kesalahan dokumentasi. Cerita bermula ketika wanita asal Malang ini harus menyamakan namanya yang berbeda antara nama di Surat Nikah dengan nama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

Dia dimintakan membuat surat keterangan desa agar disamakan namanya. Namanya disamakan menjadi Sri Astuti. Dia kemudian membuat paspor bernama Sri Astuti. “Saya ngga tahu gimana prosesnya di Imigrasi. Saya menyerahkan pada yang membuatkannya,’’ kata Astutik yang sangat runut menceritakan detail kisahnya ini.

Pada 30 Agustus, Astutik yang tergabung dalam kloter SUB-52 berangkat ke Surabaya untuk terbang menuju Arab Saudi.

“Ke Surabaya tahu-tahunya di situ ada foto saya, langsung ngga dibuka, dimasukkan ke tas tentengan, wong di luar ada foto saya,” ceritanya. “Terus tahu-tahu di Jeddah, ditanya loh ini foto ibu? Bukan, pak. Ibu pencuri ya? Bukan, pak... Bukan.” Astutik akhirnya dibawa ke kantor Imigrasi.

Istri dari Tukiman (64) ini ditahan hampir tiga sampai empat jam sebelum akhirnya dideportasi ke Jakarta. Setelah selesai diperiksa, polisi membawa Astutik berjalan. Dia kemudian disuruh masuk pesawat. “Tak mau saya, pak. Saya tak mau pulang,’’ kata Astutik yang matanya menggaris mengeluarkan bulir air mata.

Astutik mengaku terus-terusan menangis selama berada di bandara Internasional King Abdul Aziz (KAA) Jeddah. “Pramugari lalu turun, ayo bu, mari-mari silahkan. Mau berangkat pesawatnya. Nggak, saya nggak mau ikut. Ayo bu, ikut, nanti ibu dipenjara, karena nggak punya bukti apa-apa,’’ cerita Astutik.

Hari itu juga dia akhirnya dideportasi ke Jakarta. Ibu satu anak ini kemudian diterbangkan ke Surabaya dan ditempatkan di asrama haji selama dua hari dua malam untuk pengurusan dokumen.

Pada Sabtu (2/9) dini hari, Astutik bisa bernafas lega karena sudah berada di Makkah dan bertemu kembali dengan suaminya. “Tadi pas ketemu, sampai pelukan-pelukan,’’ celetuk salah satu jamaah yang ikut dalam perbincangan kami dengan Astutik.

Astutik tidak hanya runut dalam menceritakan kisah perjalanan panjangnya menuju Makkah. Dia juga ingat dengan nama-nama orang yang telah membantunya.

‘’Turun dari bandara, saya didampingi Mas Nurul Badruttaman. Ke mana-mana saya didampingi. Setelah naik bus, sudah bu Tuti, saya sampai di sini saja. Nanti seterusnya, teman-teman semua yang akan menemani bu Tuti,’’ kata Astutik menceritakan ketibaannya di Jeddah untuk kedua kali setelah sebelumnya dideportasi.

Nurul Badruttaman merupakan Kepala Daker Bandara Jeddah-Madina. Begitu pula Hasyim Halabi yang menemani Astutik selama menjalani prosesi pemeriksaan di Imigrasi Jeddah. Astutik juga ingat dengan nama yang disebutnya Eka dan Fenny yang membantunya ketika tiba di Tanah Air akibat dideportasi.

“Terima kasih juga sama Bu Sri (Ilham Lubis, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementrian Agama) karena didampingi terus dan dikasih makan. Saya berterima kasih pada semua pihak dari Indonesia karena saya bisa ke sini lagi,’’ kata Astuti yang kini bisa tersenyum. Selamat datang di Makkah, Bu Astutik, semoga menjadi hajjah mabrurah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement