Rabu 21 Sep 2016 16:58 WIB

Menelusuri Jejak Rasul Menuju Gua Hira

Seorang jamaah haji Indonesia mendaki gunung Jabal Nur di Makkah, untuk berziarah ke tempat pertama kalinya Nabi Muhammad menerima wahyu di Gua HIra.
Foto: Republika/ Amin Madani
Seorang jamaah haji Indonesia mendaki gunung Jabal Nur di Makkah, untuk berziarah ke tempat pertama kalinya Nabi Muhammad menerima wahyu di Gua HIra.

Oleh: Didi Purwadi, Wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Jam menunjukkan pukul 03.00 waktu Arab Saudi (WAS) pada Selasa (20/9) pagi itu. Udara pagi terasa hangat dengan sedikit hawa gerah. Hujan deras disertai angin kencang semalam sama sekali tidak tersisa jejaknya.

Kami bergerak menuju Jabal Nur, bukit terjal yang menjadi saksi bisu perjuangan sepasang kekasih, Nabi Muhammad SAW dan Khadijah binti Khuwalid.

Kami bergerak menuju Jabal Nur yang berjarak sekitar enam sampai tujuh kilometer dari Masjid al-Haram. Perjuangan sudah dimulai dari tempat mobil diparkirkan. Dari tempat parkiran kendaraan, kami sudah harus berjalan menanjak dengan tingkat kecuraman 60 derajat. Jaraknya mungkin sekitar 50-60 meter ke kaki gunung Jabal Nur.

Semua berjalan dengan badan condong ke depan. Beberapa orang berhenti sejenak sambil bertolak pinggang menahan kelelahan. Mengambil nafas sejenak untuk meneruskan berjalan dengan badan condong ke depan dan tangan memegang lutut.

Karena sangat lelah, ada pula yang berjalan merangkak sambil memegang jalanan miring beraspal. Medan jalanan menanjak yang miring, membuat perjalanan 60 meter menuju kaki gunung Jabal Nur terasa sangat berat. Beberapa jamaah pun memilih berhenti, tidak melanjutkan perjalanan menuju puncak Jabal Nur.

"Saya tidak ikut ke atas, ukur kemampuan saja. Saya sebenarnya bisa memaksakan diri, tapi khawatir malah enggak bisa jalan," kata jamaah asal Embarkasi Surabaya, Rohaliyah, yang masih kelihatan muda meski sudah berusia 77 tahun.

Perjuangan sesungguhnya memang baru akan dimulai dari kaki Jabal Nur. Meski sedikit tertolong dengan keberadaan ratusan anak tangga yang disemen ala kadarnya, perjalanan menuju Gua Hira di puncak Jabal Nur bukan perkara mudah. Jamaah harus kembali menaklukkan medan miring 60 derajat menuju Gua Hira yang berjarak sekitar 300 meter dari kaki Jabal Nur.

Jamaah Turki terlihat banyak pada pagi itu. Sebagian besar adalah jamaah wanita lansia yang berjalan menuju Gua Hira dengan menggunakan tongkat. Ada juga jamaah muda Turki yang tetap saja ngos-ngosan menghadapi medan curam Jabal Nur.

Beberapa jamaah asal Cina juga terlihat pagi menjelang Subuh itu. Sementara, jamaah Indonesia sudah pasti mendominasi dengan jumlah yang lumayan banyak.

Perjuangan menuju Gua Hira memang membutuhkan fisik dan stamina yang prima. Saya harus berhenti beberapa kali untuk sekadar mengatur nafas, meminum seteguk air, dan menyelonjorkan kaki untuk kemudian berjalan lagi. Butuh waktu sekitar satu jam untuk bisa mencapai puncak Jabal Nur.

Jamaah tidak hanya harus menaklukkan kemiringan medan Jabal Nur yang bisa mencapai 60 derajat. Bebatuan terjal di sepanjang jalan menuju puncak Jabal Nur pun perlu diwaspadai agar jamaah tidak tergelincir. Namun, perjuangan berat itu terbayar dengan pemandangan indah Kota Makkah yang bercahaya oleh pendar cahaya lampu.

Para peminta sedekah pun ikut mewarnai perjalanan menuju puncak Jabal Nur. Caranya macam-macam. Ada yang bermodal sapu dan menyapukan anak tangga sambil sesekali meminta belas kasihan jamaah, "Haji... haji... sedekah fisabilillah."

Ada pula yang meminta-minta sambil seolah-olah sedang menyemen anak tangga Jabal Nur. Cara konvensional yang meminta-minta sambil duduk menengadahkan tangan pun banyak.

Setelah satu jam berjalan, saya akhirnya tiba di puncak Jabal Nur. Jamaah masih harus turun lagi sekitar lima meter ke balik gunung untuk sampai di Gua Hira. Jamaah pun mengantre masuk gua dengan panjang 3,5 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 1,6 meter tersebut. Ada jamaah yang berdoa, berzikir, dan shalat di gua yang hanya bisa memuat 4-5 orang tersebut.

Merasakan medan berat menuju Gua Hira membuktikan betapa hebatnya Rasulullah SAW dan Khadijah. Ketika jalanan menuju puncak Jabal Nur masih berupa bebatuan cadas, Rasulullah selama lima tahun sering ke Gua Hira untuk mengasingkan diri dari kehidupan maksiat Kota Makkah.

Nabi menenangkan diri dan merenung di Gua Hira hingga suatu hari wahyu turun melalui malaikat Jibril. Nabi menerima wahyu pertama yakni surah al-Alaq sekaligus mengawali perjalanan hidupnya sebagai Nabi dan Rasul ketika berusia 40 tahun.

Khadijah pun demikian. Pada malam hari yang gulita, Khadijah beberapa kali mengunjungi Nabi untuk sekadar memberikan bekal makanan bagi suami tercintanya tersebut. Sungguh perjuangan berat menuju puncak Jabal Nur pada Selasa Shubuh itu membuat saya merasakan perjuangan berat Rasul dan Khadijah dalam mempertahankan keimanan. Sungguh mereka pasangan kekasih yang luar biasa. Wallahu a'lam bisshawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement