REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang membahas Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU) bersama pemerintah dan DPD. Salah satu pembahasan dalam draft RUU tersebut terkait pembentukan Badan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Syamsul Maarif mengatakan, seharusnya DPR meminta tanggapan kepada masyarakat yang lebih luas terkait rencana pembentukan badan haji tersebut. Dalam hal ini kepada Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan ormas lainnya sebagai representasi.
“Maka jangan terburu-buru karena melihat kewenangan badan yang ditawarkan DPR terlalu luas termasuk memberikan kewenangan pengelolaan keuangan,” ujar Syamsul saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/10).
Hal tersebut, menurut Syamsul akan riskan tentang pihak yang harus bertanggung jawab jika terjadi persoalan terkait pengelolaan keuangan. sebab itu, Syamsul meminta DPR meninjau ulang mengenai rencana pembentukan badan haji tersebut.
Disamping itu, Syamsu menegaskan, sejauh ini belum ada sosialisasi kepada masyarakat secara lebih luas. Rencana tersebut hanya berjalan di internal DPR saja.
Pembentukan badan haji, lanjutnya, juga akan merombak total sistem yang sudah ada. Fasilitas, pegawai dan perangkat baru harus disiapkan. Hal itu sama halnya dengan membentuuk kementerian baru. “Kalau mau drastis perubahan kenapa tidak diusulkan satu kementerian tersendiri. Saya lebih setuju kementerian sendiri yaitu Kementerian haji zakat dan wakaf,” kata Syamsul.
Syamsul menambahkan, meskipun dibentuk badan haji, para pegawainya pasti akan banyak dari Kementerian Agama. Sebab, tidak mungkin semua pegawainya adalah orang baru untuk mengelola penyelenggaraan ibadah haji.