REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan kondisi saat ini, Rabithah Haji Indonesia menilai Kementerian Agama tak perlu melakukan moratorium izin penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). PPIU harusnya diaudit agar diketahui kredibilitasnya.
Ketua Rabithah Haji Indonesia, Ade Mafrudin menjelaskan, tugas pemerintah jelas, sebagai regulator yang mengeluarkan izin, membina, dan mengawasi PPIU. Asosiasi sendiri merupakan wadah saja agar transmisi regulasi bisa berjalan cepat.
Moratorium izin PPIU dengan animo umrah yang makin tinggi dan antrean haji yang makin panjang bukan jalan keluar. ''Kalau ada PPIU yang lakukan kesalahan, itu biasa. Yang penting diaudit oleh auditor yang akan menentukan kredibilitas PPIU,'' kata Ade, Kamis (22/12).
Apalagi dengan adanya rekam jejak PPIU, pemerintah bisa menyeleksi. Kemenag harus membenahi sisi ini. Evaluasi tiga tahunan saat PPIU hendak memperpanjang izin ke Kemenag adalah evaluasi internal. Tetap dibutuhkan auditor untuk melihat kesesuain standar dengan fakta di lapangan.
PPIU adalah perusahaan jasa yang melayani 850 ribu hingga satu juta jamaah umrah dalam setahun. Dengan 650 PPIU, selama mereka masih bisa dikontrol Kemenag, tidak masalah.
Industri perjalanan umrah perlu dikelola PPIU profesional. Biarkan keberlangsungan PPIU ditentukan konsumen. Kalau PPIU dikelola tidak baik, ia akan tutup sendiri. Yang harus dilakukan adalah ada auditor bagi PPIU.
Pemerintah ingin mendorong ekonomi melalui usaha rakyat. ''Dengan 650 PPIU saja, berapa tenaga kerja yang bisa diserap? Anak-anak lulusan sekolah manajemen pariwisata butuh saluran,'' ungkap Ade.
Kementerian Agama berencana melakukan moratorium izin PPIU mengingat jumlah PPIU saat ini yang sudah mencapai 650 lembaga dinilai cukup.