Oleh: Priyantono Oemar*
================
Wartawan Republika yang pertama kali mewawancarai imam Masjidil Haram di sela-sela penyelenggaraan ibadah haji adalah Haji Damanhuri Zuhri. Ketika saya ditantang untuk bisa juga mewawancarai imam Masjidil Haram, saya pun bertanya kepadanya.
‘’Saya cari tempat berkumpul para imam Masjidil Haram di saat waktu sela,’’ ujar Haji Daman. Ia bertemu dengan Syekh Abdurrahman Sudais.
Dengan cara yang berbeda, saya juga berhasil mewawancarai imam Masjidil Haram, Syekh Mahir Al-Muayqali, berkat ilmu ikhlas berikut suntikan keikhlasan dari bos saya waktu itu Haji Ikhwanul Kiram yang juga dengan penuh ikhlas bersedia membujuk dan menjadi penerjemah saya. Hehehe.
Bagi Haji Daman, kunci keberhasilan dia menembus sumber hanyalah keikhlasan dalam bekerja. Ikhlas akan memudahkan langkah.
Ketika ia masih menjadi wartawan baru ia ditantang memanfaatkan kemampuan berbahasa Arabnya untuk “gimana caranya” dapat wawancara Yasser Arafat. Karena sikap keikhlasan itu pula, kata dia, yang membuat dirinya bisa nyelonong bersalaman dengan Yasser Arafat di Halim, mengucap salam dan mengenalkan diri, bahkan Yasser sempat memeluk pundak Haji Daman.
‘’Kalau saya tak ikhlas menjalankan tugas kantor saat itu, saya tak akan mendapat kemudahan dari-Nya untuk bertemu dengan Yasser Arafat,’’ ujar Haji Daman.
Sebagai wartawan baru, ia tentu belum menjadi wartawan Istana Nehara –yang baru ia dapatkan di kemudian hari. Tanpa ID Istana, tentu ia tak bisa bergabung dengan wartawan Istana yang menunggu kedatangan Yasser Arafat di Halim. Tetapi, nyatanya, ia bisa.
Karena Yasser adalah tamu Istana, sesuai alur tugas, seharusnya tugas wartawan Istana yang menjagai di Halim. Meski bukan tugasnya, ketika ia ditugasi, ia pun ikhlas menjalankannya, bermodal bahasa Arab, jas, dan doa diberi keikhlsan menjalankan tugas.