IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sesuai aturan, Kementerian Agama boleh mengoptimalisasi dana haji dengan menempatkannya dalam tiga instrumen keuangan. Pilihan instrumen ini terbatas karena ada syarat yang harus dipenuhi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang dibayarkan jamaah haji bukanlah biaya riil. Lukman mencontohkan BPIH pada 2016 sebesar 2.585 dolar AS hanya untuk tiket pesawat, akomodasi di Makkah, dan biaya hidup (living cost) jamaah. Sementara akomodasi di Madinah semisal makan dan lain-lainnya bersumber dari dana optimalisasi.
Dana optimalisasi sendiri diperoleh dari setoran BPIH jamaah yang mengantre dan nilai manfaat. Nilai manfaat ini merupakan hasil pemberdayaan dana haji yang dikelola dengan syarat keamanan, nilai manfaat, dan likuid sehingga bisa ditarik dengan mudah.
Dengan syarat itu, Kementerian Agama menempatkan dana haji di SBSN, SUN, dan deposito bank syariah. ''Karena hanya tiga instrumen ini yang dijamin negara. Tidak semua investasi itu dijamin, apalagi investasi itu selalu punya potensi untung dan rugi,'' ungkap Lukman dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks DPR MPR, Selasa (17/1).
Baca juga :Menag: Dana Haji Dikelola Sesuai Aturan
Dana haji terus bertambah triliunan tiap tahunnya. Ada yang menyayangkan jika dana haji puluhan triliun kemudian hanya mengendap. Jikapun didayagunakan, maka harus ada landasan hukum sehingga lahir Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji (PKH).
''Bila dana haji akan diinvestasikan ke infrastruktur, tentu harus jelas karena tiga syarat yang harus diperhatikan. Tapi saat ini kami tidak melakuman itu,'' kata Lukman.
Penempatan dana haji di SBSN dan deposito syariah sendiri sudah dibolehkan Dewan Syariah Nasional karena sistemnya bagi hasil. Lukman memahami, BPKH akan berperan penting dalam keuangan haji ke depan.