Rabu 08 Feb 2017 16:30 WIB

Haji Sebagai Terapi

Rep: mgrol86/ Red: Agung Sasongko
Haji
Foto: AP/Hassan Ammar
Haji

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Pergi haji jika mampu. Kata “Mampu”tersebut bukan hanya dari segi ekonomi tapi juga dari fisik dan mental.

Ibadah haji adalah ibadah “gerak” hampir semua ritual haji adalah gerak. Sejak kita memakai ihram, kita sudah mulai bergerak dan gerak itu semakin massif setelah wukuf di Arafah, ketika melontar jumrah atau tawaf ifadah kemudian sa’i haji dan sebagainya.

Semuanya menuntut kesiapan fisik yang prima, itu artinya kita harus dalam kondisi sehat ketika haji. Tapi banyak juga orang-orang yang berangkat haji dalam keadaan sakit tapi setelah mereka selesai ibadah haji mereka menjadi sehat.

Itu karena ketika melaksanakan ibadah haji mereka banyak bergerak, seluruh tulang, otot dan persendian berkerja sempurna. Hari-hari menunggu wukuf biasanya kita isi dengan banyak thawaf dan shalat atau umrah.

Ini membuat tubus selalu tergerak, karena mungkin saja selama di tanah air tubuh sangat jarang melakukan gerakan. Walau begitu tidak boleh berangkat haji dengan niat untuk menyembuhkan penyakit.

Niat haji tetap karena Allah, sebagaimana niat ibadah-ibadah yang lainnya. Kalau kemudian kita menjadi sehat itulah berkah yang Allah anugerahkan kepada kita.

Dari sekian banyak manusia yang diseru Nabi Ibrahim AS untuk berhaji, hanya kaum Muslim yang memenuhinya. Karena memang hanaya kaum Muslim yang memenuhi syarat untuk datang ke sana. Mereka mengesakan Allah, mereka tidak mengakui adanya tuhan selain Allah. Hanya Allah semata Tuhan yang Maha Satu. Baitullah terlarang bagi orang-orang musyrik.

Kaum Muslim mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah yang terakhir, tidak ada nabi lagi setelah beliau. Umat Muslim menunaikan shalat, menunaikan zakat, puasa, dan haji seperti yang Allah perintahkan dengan mencontoh Nabi Muhammad.

Setiap ibadah yang tercantum dalam rukun Islam memungkinkan kita untuk menerapi diri. Menghilangkan penyakit dari lubuk hati. Syahadat adalah pembebeasan manusia dari perbudakan dan ikatan primordial yang bisa mewujudkan keadailan.

Shalat adlaah hubungan vertikal yang paling mesra antara makhluk dengan khaliknya yang akan membentuk keindahan perilaku, toleransi dan saling menghargai. Zakat adalah empati nyata bagi sesama , bahwa hidup itu perlu berbagi agar tercipta kesejahterahan bersama.

Puasa adalah pengendalian diri utnuk menciptakan khairu ummah, umat terbaik di muka bumi yang ebrdasarkan perdamaian. Dan haji adalah pertemuan internasional individu-individu yang menghargai perbedaan tapi meleburkan diri menjadi satu menuju Allah dalam sebuah persamaan. Sama-sama hamba Allah.

Dari Allah semua akan kembali ke Allah, sebuah siklus kehidupan yang tiada tara. Orang yang menghayati siklus model seperti ini pastilah psikisnya sehat. Sehat psikisnya berdampak pada perilakunya. Sehat perilaku pada gilirannya membuat sehat fisik.

Insya Allah, bayangkan bisa semua saudara kita di Indonesia menunaikan ibadah haji mendapatkan penghayatan dari hasil ibadahnya itu, tentu kita akan bertemu dengan saudara-saudara seiman yang sejuk kata-kata dan santun perilakunya.

Sumber : Buku sehat tanpa obat, upaya hidup sehat dengan aplikasi rukun Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement