Ahad 12 Mar 2017 04:32 WIB

Air Zamzam, Kendi Orang Yaman: Kisah Penyerbuan Ka’bah

Ilustrasi Minum Air Zamzam
Foto: dok.Republika
Ilustrasi Minum Air Zamzam

Oleh: Muhammad Subarkah*

Apa yang lebih berharga dari emas ketika ada berada di kawasan gurun pasir? Jawabnya, tak lain dan tak bukan adalah air bersih. Orang masih bisa bertahan beberapa pekan tanpa makanan, tapi tanpa mendapat asupan air, maka nyawanya akan terputus hanya dalam waktu tak lebih dari tiga hari. Hanya onta saja yang bisa bertahan tanpa air dalam waktu yang lama dengan mengandalkan pasokan air yang ada di punuknya.

Semenjak masa kekhalifahan, para penguasa saat itu selalu dibuat pusing sekaligus ruwet untuk memastikan ketersediaan air selama musim haji. Bahkan, mereka mengirimkan pasukan dan petugas khusus untuk menjaga pengamanan suplai air kepada para peziarah yang akan ke Makkah.

Mengapa sampai sebegitu ketat pengawasannya? Jawabnya, karena di tengah perjalanan mengarungi padang pasir kerap terjadi perkelihian yang dipicu karena ketiadaan air. Tak hanya rebutan dengan adu mulut atau perkelahian biasa, kerapkali sudah menjadi ajang tarung fisik memakai senjata yang berakibat terengutnya nyawa. Saat itu harga air, lebih mahal nilainya dari emas. Untuk itu semenjak awal, para kafilah haji yang akan mengarungi area gurun harus memastikan para jamaahnya tidak kehabisan air di tengah jalan.  Kalau sampai terjadi maka akan muncul kejadian yang fatal!

Bagi warga dan mereka yang tinggal di Makkah, persoalan air baru mulai terselesaikan pada awal 80-an. Saat itu sudah muncul proyek pengadaan air melalui penyulingan air laut. Pada saat yang sama sumur Zamzam pun diperbaiki dan diatur penggunaanya.

‘’Sebelum mA itu air selalu jadi masalah di Makkah, khususnya Masjidil Haram. Selama ini air zamzam bagi penduduk Makkah hanya dipakai untuk keperluan rumah tangga, yakni memasak makanan dan minum. Selain itu keperluan air dipasok dari saluran air ‘Zubaedah’ saluran air yang dibangun oleh isteri Khalifah Harun Al Rasyid. Air itu dialirkan dari air yang berasal dari Thaif. Meski begitu, ketersediaan air sampai tahun 1980-an, masih tetap saja susah,’’ kata Ketua Umumm Himpuh, Ahmad Baluki.

Baluki mengatakan, sisa bangunan ‘saluran air Zubaedah’ kini memang masih terlihat. Dahulu saluran ini memanjang sekitar 40 kilo meter dari perbukitan Thaif ke Makkah, melalui padang Arafah. Jadi selain untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Makkah, maka air ini juga dipakai untuk mencukupi pasokan air bagi para jamaah yang tengah melaksanakan ibadah wukuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement