Jumat 24 Mar 2017 18:09 WIB

Kemenag dan DPR Diminta Realistis Soal Kenaikan Ongkos Haji

Rep: Muhyiddin/ Red: Indira Rezkisari
 Menag Lukman Hakim Saifuddin (ketiga kiri), bersama Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong (empat dari kanan), saat penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menag Lukman Hakim Saifuddin (ketiga kiri), bersama Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong (empat dari kanan), saat penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Syamsul Maarif meminta agar Kementerian Agama (Kemenag) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) realistis terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang naik. Kenaikannya adalah sebesar Rp 249 ribu menjadi Rp 34,9 juta.

"Saya sejak awal meminta kepada DPR atau Menteri Agama harus realistis dan menggunakan prinsip-prinsip keadilan," ujar Syamsul saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/3).

Syamsul menjelaskan, sebenarnya jika melihat kebutuhan jamaah haji ongkos naik haji tersebut membutuhkan uang sebesar Rp 60 juta. Karena itu, kenaikan jadi Rp 34,9 juta tersebut sebenarnya tidak cukup untuk melayani jamaah haji.

"Itu butuh sekitar Rp 60 juta. Ongkos pesawatnya saja sudah di atas Rp 25 juta, Itu pasti habis itu (Rp 34,9 juta)," ucapnya.

Syamsul mengusulkan agar DPR dan Kemenag tidak hanya mementingkan pencitraan dalam menentukan BPIH yang selalu murah. Sehingga dana bantuan untuk menutupi kekurangan tersebut tidak mengambil dari dana jamaah lain yang masih mengantri.

Ia mencontohkan seperti halnya BPIH tahun lalu yang ditetapkan sebesar Rp 34 juta per orang. Sementara, dana optimalisasinya ada sekitar Rp 26 juta untuk menutupi kekurangan biaya yang sebenarnya, yaitu Rp 60 juta.

Uang sebesar Rp 26 juta tersebut diambil dari bagi hasil uang (bunga) seluruh jamaah yang disimpan Kemenag di bank yakni sekitar Rp 90 triliun. Manurut dia, dari uang Rp 90 triliun itu menghasilkan sekitar Rp 4 triliun. Namun, kata dia, bunga tersebut justru digunakan semua untuk jamaah yang naik haji duluan, tanpa melakukan penghitungan.

Pasalnya, uang di antara Rp 90 triliun tersebut juga milik jamaah yang masih mengantri. Semestinya, kata dia, dana optimalisasi itu hanya digunakan sesuai dengan masa tunggu masing-masing jamaah yang akan berangkat saat ini. Misalnya, jamaah yang akan berangkat sekarang hanya mendapat Rp 2 triliun (bunga), maka hanya sebesar itu yang bisa digunakan.

"Nah bunga Rp 4 triliun itu digunakan untuk membantu semua. Padahal, bunga Rp 4 triliun itu kan milik jamaah yang ngantri jutaan orang. Tapi digunakan juga untuk yang berangkat tahun ini," kata dia.

Syamsul meminta agar pemerintah realistis terkait hal itu. Ia berharap pemerintah dapat memberitahukan jumlah BPIH yang sebanarnya dan berapa jumlah bantuan optimalisasi yang didapatkan masing-masing jamaah selama tenggang waktu tunggu tersebut.

"Jangan sampai keuntungan itu dihabiskan semua untuk membantu jamaah yang berangkat sekarang. Ini jangan sampai terjadi ketidakadilan, sebenarnya ada hak orang lain tapi dipakai oleh jamaah yang akan berangkat," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement