REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2017 telah ditetapkan sebesar Rp 34,9 juta. Angka tersebut dinilai tidak realistis mengingat besarnya kebutuhan layanan bagi jamaah haji.
Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Syamsul Maarif meminta pemerintah dan DPR tidak memaksakan BPIH bertahan di angka kisaran Rp 30-an juta. Pemerintah dan DPR harus melihat harga riil kebutuhan jamaah di lapangan. "Ini yang namanya pencitraan, dari dulu BPIH tidak pernah naik besar. Pemerintah khawatir dikritik oleh masyarakat padahal memang harga riil di lapangan besar," ujarnya kepada Republika.co.id, baru-baru ini.
Dia memprediksi harga riil kebutuhan haji berada di angka Rp 60 juta. Apabila calon jamaah hanya dikenakan Rp 34 juta, maka dana optimalisasi yang digunakan Rp 26 juta per jamaah. Menurut Syamsul, angka tersebut terlampau besar.
Dia khawatir, dana optimalisasi itu tidak hanya berasal dari keuntungan bagi hasil jamaah yang akan berangkat, tetapi menggunakan hak jamaah yang belum berangkat. "Ada potensi menggunakan hak orang lain. Minimal kena syubhat (keadaan yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu), bisa jadi haram," kata dia.
Pasalnya dana optimalisasi yang digunakan masih diragukan apakah tidak 'menganggu' hak calon jamaah lain atau tidak. Apalagi dana tersebut digunakan untuk proses kemabruran haji seseorang.
Seperti diberitakan sebelumnya, panitia kerja (panja) BPIH Komisi VIII DPR RI dan Kemenag telah merampungkan pembahasan mengenai persiapan haji. Mereka menyepakati BPIH 2017 sebesar Rp 34,9 juta.
Penyelenggaraan haji tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya mengingat saat ini ada kenaikan jumlah jamaah. Pada musim haji 2016, kuota haji reguler hanya 155.200 orang, namun kini bertambah menjadi 204 ribu orang. Jika digabungkan dengan haji khusus, maka total kuota seluruhnya 221 ribu orang setelah adanya tambahan 10 ribu orang.