IHRAM.CO.ID, Bulat sudah tekad Arbain Rasyidi untuk menunaikan ibadah haji. Warga Samarinda yang ditunjuk menjadi ketua Rombongan I itu telah mengadakan 'selamatan' di rumah. Seluruh keluarga besarnya berharap ia dapat menunaikan ibadah haji secara lancar, dan dapat menjadi haji mabrur. Diiringi doa seluruh keluarga, berangkatlah Arbain ke Balikpapan.
Kalau tak ada aral melintang, seharusnya ia berangkat dari Bandar Udara Sepinggan-Balikpapan. Menurut daftar, hari itu dari Sepinggan terdapat dua penerbangan. Yang pertama pukul 09.00, satu lagi pukul 15.00. Namun ternyata hari itu Arbain gagal berangkat. Apa pasal? Seperti dilaporkan antara, ternyata Arbain adalah salah satu dari 218 calon haji asal Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah yang pemberangkatannya harus ditunda. Alasannya: visa haji yang semestinya telah mereka kantungi ternyata belum keluar.
Arbain dan kawan-kawannya, kendati tentu saja jengkel, masih dapat memahami persoalan itu. Mereka hanya mengajukan permintaan sederhana. "Kami mohon agar panitia di Balikpapan mau menampung kami, karena untuk kembali ke Samarinda, kami malu dengan sanak keluarga yang saat perpisahan di rumah dirayakan dengan meriah," kata Arbain.
Ketua Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji Daerah Kalimantan Timur, Asli Amin, mengungkapkan bahwa visa dan paspor haji mereka masih tertahan di Kedutaan Saudi. Padahal, paspor jamaah Kaltim telah diserahkan ke Kedutaan sejak Desember 1995. Tentang penjelasan ini, mereka dapat menerima. Namun para calon jamaah itu umumnya menyesalkan cara kerja panitia.
Bila visa dan paspor haji belum pasti keluar dari Kedutaan Arab Saudi, mengapa panitia memanggil mereka untuk masuk asrama dengan surat SPMA sejak seminggu sebelumnya? Persoalan seperti ini, bukan monopoli embarkasi Sepinggan saja. Kasus serupa juga terjadi di Bandara Pemberangkatan Halim Perdanakusuma - Jakarta, Juanda - Surabaya dan Hasanuddin - Ujungpandang. Hanya Bandara Polonia - Medan yang relatif mulus dari kasus-kasus demikian.
Untuk embarkasi Halim Perdanakusuma, beberapa jamaah haji juga mengeluhkan masalah tertundanya keberangkatan mereka ke Tanah Suci. Abu Mansyur dari rombongan haji Darul Fatah yang tergabung dalam Kloter 16 melaporkan kepada Republika bila dirinya mendapat pemberitahuan dari petugas P3H tentang penundaan keberangkatan yang seharusnya pada besok (25/3/1996) pukul.
"Masalahnya, saya dan rombongan tidak tahu sampai kapan keberangkatan kloter 16 ditunda. Ini kan jadi meresahkan keluarga dan anggota rombongan yang lain,"katanya seraya menyebut dirinya sudah mendapat SPMA dan sudah mendatangi Asrama Haji Pondok Gede untuk mengkonfirmasi keberangkatannya.
Penundaan juga dialami rombongan haji At-Thahiriyah, Jakarta yang tergabung dalam kloter 9. Menurut, seorang anggota rombongan yang enggan disebut namanya, paling tidak 20 jamaah At-Thahiriyah tertunda keberangkatannya. Penyebabnya, lagi-lagi karena paspor dan visa belum siap.
Akibat ketidaksiapan itu, menurut sebuah sumber, sebenarnya banyak kursi kosong pada penerbangan kloter pertama dan kedua dari embarkasi Halim Perdanakusuma. Namun kursi yang semestinya ditempati para jamaah asal Jawa Barat ini lalu diisi oleh rombongan jamaah dari lingkungan ABRI.
Pada pertemuan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji dengan Kasum ABRI memang telah disepakati bila terdapat sebuah kloter jumlah jamaahnya kurang dari jumlah yang seharusnya, maka jamaah dari Bako ABRI siap mengisinya. Embarkasi Surabaya, tahun ini direncanakan memberangkatkan 48.368 orang yang dibagi menjadi 129 kloter. Namun, seperti diakui Kepala P3H embarkasi Juanda, Suarabaya Drs Ismail, sekitar 16.000 paspor dan visa yang selesai.
Ketika kemudian penyelesaian itu dipercepat, muncul persoalan baru yang semakin mengacaukan jadwal pemberangkatan. Visa datang tidak berurutan. Akibatnya, banyak jamaah yang menolak diberangkatkan karena muhrim serta rombongannya tercerai-berai. Ini menjadikan jumlah kursi kosong semakin meningkat.
Menurut sumber Republika, jumlah kursi kosong pada tujuh penerbangan perdana kali ini, dua kali lebih banyak dibanding tahun lalu yang mencapai 72 kursi. Kesulitan serupa menyebabkan pemberangkatan dari embarkasi Ujungpandang molor dari jadwal sebenarnya. Untuk penerbangan ketiga yang dijadwalkan berangkat, Sabtu (23/3/1996) pukul 15.00 Wita ditunda sampai Ahad (24/3/1996) siang kemarin. Sebelumnya, pada penerbangan pertama juga berangkat tidak sesuai dengan jadwal semula.
Tentang persoalan yang harus dihadapinya itu, Kakanwil Depag Sulsel, Muh Na'im tampak pasrah. "Kami di sini tidak bisa berbuat banyak karena kami hanya menunggu paspor dari Jakarta," katanya.
Tampaknya bukan hal mudah mengurus perjalanan untuk ibadah haji. Menangani lebih dari 100 ribu manusia (kebanyakan belum pernah keluar negeri atau bahkan sekadar naik pesawat terbang) dalam waktu yang relatif sama untuk tujuan yang sama memang mengundang banyak masalah. Apalagi urusan tersebut ditangani oleh sedikitnya tiga lembaga yang berbeda. Departemen Agama, Garuda Indonesia, serta Pemerintah Saudi Arabia.
Tetapi pengalaman bertahun-tahun dalam menangani ibadah haji, semestinya, memberi pelajaran berharga agar kasus demikian tidak terulang. Dalam prinsip manajemen operasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiasati bottle neck sehingga segala sesuatunya berjalan lancar. Sayang bila kita selalu terantuk batu yang sama.