IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Pengelola Penyelenggara Haji Khusus dan Umrah ‘Wahana’, Muharom Ahmad mengaku masih belum tahu secara persis alasan dana haji yang kini tersimpan dalam bentuk sukuk dan rekening deposito di sejumlah bank yang hendak dipakai untuk pembiayaan pembangunan proyek infrastruktur. Namun, yang pasti dana itu tak bisa dipakai sembarang karena merupakan milik pribadi dari para jamaah calon haji.
‘’Setahu saya, dana haji itu, apalagi dana untuk haji khusus, kami selaku salah satu penyelenggara memang menerima kuasa dari jamaah untuk menyetorkan uang jamaah kepada menteri agama atas nama sebagai dana haji. Tidak ada akad lain di luar tujuan itu. Maka, ini berarti dana itu memang hanya khusus diperuntukan bagi keperluan penyelenggaraan ibadah haji saja,’’ kata Muharom kepada ihram.co.id, Kamis (4/5).
Dengan demikian, lanjut Muharom, pihaknya pun bertanya-tanya ketika ada sebuah bank secara terbuka menyatakan akan menggunakan dana haji yang ‘dititipkan’ kepada lembaga bisnisnya. Tindakan ini sebaiknya harus dijelaskan dulu apa yang menjadi dasar bank tersebut untuk mengalihkan dana haji yang ada padanya dipergunakan untuk pembiayaan infrastruktur.
“Kami kini pun bertanya, atas dasar apa bank tersebut mengalihkannya. Mereka dapat kuasa dari siapa? Bagaimana akadnya? Pengalihan ini memang bisa saja dilakukan setelah dapat izin kuasa dari menteri agama di mana menteri agama juga sudah pula mendapat izin dari pribadi-pribadi jamaah. Jadi bank itu tidak bisa potong kompas begitu saja, dan kalau nekad nanti akan timbul masalah hukum baru karena ada pelanggaran undang-undang,’’ ujarnya.
Menurut Muharom, sejauh ini yang kaum Muslim ketahui dana haji itu oleh menteri agama disimpan disukuk dan deposito. Dan di situ sangat jelas menteri agama selaku wakil pemerintah tidak mendapat kewenangan untuk mengelola dana itu kecuali untuk penyelenggaraan haji.
”Soal ini akan semakin ruwet bila kemudian ditanyakan apa dasar syariatnya. Sekalagi lagi kami ingatkan dana haji itu dana milik umat Islam bukan milik pemerintah. Kalau mau dipakai untuk infrastruktur jelaskan dulu ke umat Islam secara baik,’’ katanya.
Sampai sekarang, ungkap Muharom, kaum Muslim pun belum begitu tahu seperti apa sih penggunaan dana haji yang selama ini digunakan. Padahal selain sudah menunggu keberangkatan dalam waktu yang lama, setiap jamaah juag sudah menyetorkan dana pembayaran awal haji yang tidak sedikit. Bagi jamaah haji regular harus menyetor Rp 25 juta, sedangkan bagi calon jamaah haji khusus harus menyetor dana hingga 4.000 dolar AS agar bisa ikut dalam antrean keberangkatan haji.
‘’Dana yang disetorkan calon jamaah tersebut kan tersimpan bertahun-tahun. Kini sudah ada 2,5 juta orang yang antre naik haji dan waktu tunggunya bagi jamaah resuler sudah di atas 20 tahun dan untuk jamaahhaji khusus mencapai rujuh tahun. Celakannya, publik pun sampai sekarang belum tahu berapa sih persisnya besaran basic return atas penggunaan dana haji yang sudah mencapai Rp 91 triliun itu. Digunakan untuk apa saja dan seperti apa pertangungjawabannya juga kaum Muslim, khususnya para calon jamaah haji yang sudah menyetotkan dananya tersebut,’’ ungkap Muharom mempertanyakan.
‘’Terus terang para calon jamaah haji mengeluh kepada kami karena merasa khawatir adanya rencana penggunaan dana haji untuk infrastruktur ini. Mereka pun mulai menghitung risiko, penggunaan dana haji untuk diluar keperluan penyelenggaraan haji seperti ini pada ujungnya akan menaikan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji). Dan kalau sampai ini terjadi maka jelas akan membuat persoalan hukum, politik, dan sosial yang baru. Situasi inilah yang oleh para calon jamaah dan penyelengara haji khusus tidak diinginkan terjadi,’’ tegas Muharom.
Untuk itulah, kata Muharom, semua pihak yang terkait dalam pengelolaan dana haji harus bisa bertindak hati-hati dan cermat dalam soal penggunaan dana haji. Jangan sampai ujung masalah ini nantinya akan membuat kisruh penyelenggaraan haji yang selama ini sudah mulai tertata dengan baik.
‘’Bagaimana persisnya, ya kita lihat lihat saja nanti apa yang akan dilakukan oleh mereka yang akan menjadi anggota Badan Pengawas Keuangan Haji (BPKH). Kami berharap polemik ini segera bisa dituntaskan dengan baik,’’ kata Muharom.