Jumat 21 Jul 2017 15:09 WIB

Ukhuwah di Tanah Suci

Rep: A Syalabi Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Haji
Foto: AP/Hassan Ammar
Haji

IHRAM.CO.ID,  JAKARTA -- Ukhuwah Islamiyah sungguh terasa pada musim haji. Muslim dari beragam suku bangsa, budaya, bahasa, kulit, dan negara yang berbeda berbaur di dalam satu lautan.

Tak ada kata umpatan yang memanggil Cina, Arab, Indon, Jawa, Negro, Turk, atau Bule. Dengan kalimat talbiyah, mereka bertawaf mengelilingi Ka'bah yang satu. Mereka mengucap "Lab baik Allahum ma Labbaik". Setelah itu, mereka be rangkat ke Arafah. Me reka menjadi mo mentum bertemunya semua jamaah haji. Di bukit yang tandus itu, mereka melaksanakan wukuf.

Doa-doa pun dilafazkan. Pada 9 Dzul hijah, umat Islam berbaris untuk berdoa. "Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang akau dan para nabi sebelumku ucapkan adalah 'La ilaha illallah wahdahu la syarikalah. Lahul mulku walahul hamdu wahuwa 'ala kulli syay in qadir'." (HR at-Tirmidzi).

Pakar sosiologi agama, Prof HM Baha run, mengungkapkan, hikmah mendasar dari ibadah haji adalah per saudaraan atau ukhuwah. Ketika semua umat Islam ber kumpul di Pa dang Arafah, jamaah yang berasal dari berbagai bangsa, warna kulit, dan status yang berbeda-beda. Na mun, mereka melebur di satu tempat dengan kain yang rata-rata berwarna sama ihram putih untuk merenungi diri dengan doa-doa dalam kebersamaan. Para jamaah saling berkomuni kasi dan bersilaturahim. Pada saatsaat tertentu, mereka saling tolongmenolong menyelesaikan masalah untuk kepentingan bersa ma: Melak sanakan manasik bersama, sha lat berjamaah, makan dan minum bersa ma, dengan tujuan yang sama pula. Me menuhi panggilan Allah.

Dalam suka dan duka perjalanan haji, beragam rintangan dan onak duri mung kin dialami setiap jamaah, yang dalam kebersamaan dan saling tolong-menolong sesamanya itu direspons dengan kesa bar an. Suatu pe mandangan alam mahsyar yang divisualisasikan dalam drama kolosal wukuf (berhenti sejenak untuk merefleksikan diri bersama jamaah haji yang lain) terasa pada puncak ritual haji (hajju Arafah) ini.

Lebih jauh, Baharun menjelas kan, kebersamaan dalam haji inilah momentum yang tepat untuk merajut persaudaraan universal (ukhuwah Islamiyah). Ukhuwah berasal dari kosakata akha – ya'khu – ukhuwwah. Kata ini dengan berbagai derivasinya banyak sekali terdapat di dalam Al quran, baik dalam arti saudara kan dung maupun dalam arti saudara lain. Yang berkaitan dengan ukhu wah ini terdapat sekitar 80 ayat da lam berbagai surah. Dalam Alquran surah al-Hujurat [49] ayat 10, misalnya, dinyatakan bahwa antara sesa ma mukmin adalah saudara.

Makna ukhuwah kemudian dijelaskan oleh Rasul SAW dalam beberapa sabdanya, di antaranya dengan menggunakan analogi yang mudah dipahami, "Al-Mukmin li al-Mukmin ka al-Bunyan yasyuddu ba'dhuhu ba'dlan." (Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya itu bagaikan beton bangunan yang saling menguatkan satu dengan lainnya).

Ukhuwah Islamiyah pun berkembang sampai ke ukhuwah watha niyah hingga ukhuwah Insaniyah. Yang terakhir ini merupakan persaudaraan dan persahabatan sesama manusia, seperti yang diajarkan Nabi saat beliau hidup di Madinah. Ra sulullah menggandeng umat agama lain seperti Yahudi, Nasrani, hingga kaum pagan untuk bersama-sama membangun Madinah. Dalam Pia gam Madinah, Nabi pun membangun konstitusi agar sesama manusia bisa hidup rukun beragama.

Sebagai makhluk sosial, manusia mem butuhkan orang lain untuk hi dup. Selain hablumminallah, manu sia butuh hablumminannas. Manusia diharapkan bisa saling mengenal dan memahami, sehingga tercipta keda mai an dunia dan persaudaraan sesa ma manusia. Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Se sungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha me ngetahui lagi Mahamengenal." (QS al-Hujarat [49]: 13).

Untuk itu, musim haji sungguh mengajarkan kepada Muslim tentang arti kemanusiaan sesungguhnya. Pa ra jamaah belajar menjadi hamba se jati yang menyadari asal mula me reka sesungguhnya. Debu dan air mani. Dengan kenadiran ini, jamaah haji bisa memaknai arti kemanusiaan sesungguhnya. Jika mereka dan ma nusia lain adalah hamba yang hina. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement