Senin 31 Jul 2017 15:26 WIB

Semangat Berhaji Nenek Mariah di Usianya yang 104 Tahun

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
Baiq Mariah Binti Abdul Gani (104), jamaah haji tertua Indonesia asal Lombok Barat, NTB.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Baiq Mariah Binti Abdul Gani (104), jamaah haji tertua Indonesia asal Lombok Barat, NTB.

IHRAM.CO.ID, Baiq Mariah sudah berusia 104 tahun, tapi semangatnya untuk beribadah sungguh mengagumkan. Ia menunggu bertahun-tahun lamanya untuk menunaikan ibadah haji tahun 2017. Dengan usia lebih satu abad itu, perempuan dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menjadi calon jamaah haji tertua Indonesia tahun ini. Usianya terpaut 88 tahun dengan Rihadatul Ais Kaziah dari Jawa Barat yang menjadi jamaah termuda di usia 16 tahun.

Pernyataan tersebut diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun Facebook-nya pada Jumat (28/7). Saat Republika.co.id menyambangi kediamannya di Dusun Mambalan, Desa Mambalan, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, NTB, pada Senin (31/7), tampak sebuah spanduk bertuliskan mohon doa restu dengan fotonya terpampang tepat di pintu masuk gang menuju rumahnya.

Tekadnya bertamu ke Tanah Suci, tak bisa ditahan lagi. Di usianya yang memasuki masa senja, Baiq Mariah menyambut gembira panggilan-Nya. Dengan usianya yang kini genap 104 tahun, Baiq Mariah tercatat sebagai jamaah calon haji tertua di Indonesia.

Orang di sekitarnya lebih mengenal dia dengan sebutan Papuq (nenek, dalam bahasa Sasak) Mariah. Sorot matanya yang layu ditambah indra pendengaran yang kurang, tak menghalangi niatnya untuk beribadah di Tanah Suci.

Nenek yang tinggal bersama anaknya, dengan anggun duduk di Berugaq (gazebo) depan rumah. Nenek bernama lengkap Baiq Mariah Margani Muhammad binti Abdul Gani ini tidak bisa berbahasa Indonesia. Anak ketiganya, Baiq Hidiah dengan sabar mendampingi dia dan membisikkan pertanyaan telinganya.

Meski pendengarannya samar-samar, antusiasme nenek Mariah tidak meluntur sedikitpun jika sudah membicarakan Tanah Suci. Hal ini terlihat dari raut wajah dengan bola matanya yang terang benderang jika sudah menyinggung soal Tanah Suci. "Ini dia sudah tidak sabar untuk berangkat," kata Hidiah, anak perempuan nenek Mariah.

Hidiah kerap berteriak cukup kencang di telinganya agar pembicaraan ini bisa didengar dan dipahami Nenek Mariah. Momen ini, kerap mengundang gelak tawa para cucu dan cicit si nenek yang tengah berkumpul di Berugaq (gazebo).

Nenek Mariah berhasil berangkat haji setelah bertahun-tahun menabung dari jerih payahnya sebagai buruh tani dengan mengandalkan penghasilan dari upah menanam padi di sawah tetangga. Sedikit demi sedikit penghasilannya sebagai buruh tani, Ia sisihkan untuk bekal mendaftar haji pada 2010.

Sejatinya, Nenek Mariah baru akan berangkat haji pada 2019, namun adanya kuota tambahan membuatnya berangkat lebih cepat pada tahun ini. Sembari menunggu berangkat haji, Ia memanfaatkan dana hasil penjualan tanahnya untuk beribadah umrah pada 2014.

Tak jarang Nenek Mariah menyeka air mata yang hendak keluar kala disinggung tentang Tanah Suci, impian terbesar dalam hidupnya. Di tengah keterbatasan fisiknya, Nenek Mariah mengaku, sama sekali tidak khawatir dalam menunaikan ibadah haji. "Kenapa takut, kan ramai-ramai di sana," kata Nenek Mariah.

Hidiah menceritakan, kalau ibunya ini sudah sangat tidak sabar untuk segera berangkat. Setiap ada tayangan tentang keberangkatan jamaah calon haji di daerah lain, sang ibu langsung meminta anak-anaknya menyiapkan perlengkapan pakaian ke koper.

"Ibu enggak sabar mau berangkat. Kemarin lihat di TV ada jamaah calon haji dari Pulau Jawa berangkat, eh dia minta siap-siapin koper," ucap Hidiah.

Padahal, nenek Mariah baru akan terbang ke Tanah Suci pada 24 Agustus nanti. Nenek Mariah memiliki 15 orang cucu dan 10 cicit dari tiga anaknya yang semuanya perempuan yakni Baiq Sukiah, Baiq Sumenep, dan Baiq Hidiah.

Berbeda dengan sang ibu, Hidiah mengaku, khawatir dengan ibunya yang berangkat seorang diri. Maklum saja, nama nenek Mariah merupakan satu-satunya jamaah calon haji yang berangkat dari Desa Mambalan.

Paling-paling, keluarga meminta tolong kepada seorang polisi dari kampung sebelah yang juga akan berangkat haji. Hidiah berharap, pemerintah memberikan pendampingan penuh kepada ibunya karena tidak hanya bisa berbahasa Sasak.

"Ibu mah senang sekali berangkat, tiap hari nanyain terus koper sudah diisi belum. Kita yang di sini ini yang khawatir," ungkap Hidiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement