IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan ada tiga ketentuan terkait dengan istithaah atau kemampuan melaksanakan ibadah haji yakni fisik, mental dan perbekalan. Ketentuan istitha'ah ini termuat dalam Permenkes 15 tahun 2016 tentang Istithaah.
"Permenkes itu keluar atas evaluasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) yang menginginkan agar negara dalam hal ini Kementerian Kesehatan mengatur proses kesehatan jamaah haji," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Eka Jusuf Singka melalui keterangan resmi yang diterima Republika di Jakarta, Senin (31/7).
Sesuai aturan itu, kemampuan kesehatan jamaah haji terkait dengan ketentuan istithaah fisik dan mental. Kemampuan kesehatan fisik dan mental ini diketahui melalui pemeriksaan kesehatan yang terukur.
Hasil pemeriksaan kesehatan menghasilkan empat kategori. Pertama, memenuhi syarat istithaah kesehatan. Kedua, memenuhi syarat istitha'ah kesehatan dengan pendampingan. Ketiga, tidak memenuhi syarat istithaah untuk sementara. Terakhir, tidak memenuhi syarat istithaah.
Bagi jamaah yang tidak memenuhi istithaah kesehatan untuk sementara, keberangkatannya ke Tanah Suci ditunda hingga mampu. Alasannya, Allah tak akan mewajibkan seseorang yang tidak mampu secara ekonomi dan perbekalan. "Cukup beribadah yang lain dan terus menerus bekerja. Kalau sakit ditunggu sampai sehat," kata dia.
Sedangkan bagi jamaah calon haji yang tidak memenuhi syarat istitha'ah biasanya terkait dengan kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa seperti gagal jantung stadium IV dan penyakit liver kronis stadium IV yang mengharuskan melakukan cuci darah secara reguler.
Eka pun membenarkan adanya jamaah calon haji yang gagal berangkat karena menderita gagal ginjal stadium 4. Calon haji itu seharusnya berangkat dari embarkasi Padang, Sumatra Barat.
Menurut Eka, penyakit-penyakit yang tidak memenuhi syarat istithaah dalam Permenkes 15 tahun 2016, di antaranya gagal ginjal. Ia menambahkan, peristiwa seperti itu tidak hanya terjadi pada satu orang.
"Sebenarnya ini bukan yang pertama. Sejak 2016 memang ada Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur tentang istithaah kesehatan. Itu ada dalam Permenkes 15 Tahun 2016," ujar dia.
Eka menegaskan, istithaah ditetapkan sebagai upaya memperbaiki layanan jamaah haji. Istithaah atau kemampuan juga merupakan syarat wajib haji sesuai dalam Alquran surat Ali Imran ayat 97.
Dia menyebutkan surat itu menyatakan ibadah haji merupakan kewajiban manusia kepada Allah bagi yang mampu (istithaah) mengadakan perjalanan ke Baitullah. Kemampuan tersebut bukan hanya berupa ekonomi tetapi juga kemampuan dalam hal kesehatan.
Istithaah kesehatan haji merupakan kemampuan kesehatan haji yang terukur untuk menjalankan rukun dan wajib haji. Dengan demikian, jamaah yang tidak memenuhi syarat istithaah diyakini tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan ibadah haji.
Menteri Kesehatan Nila F Moeleok mengatakan penetapan istithaah kesehatan haji bukan untuk menghambat calon jamaah berangkat ke Tanah Suci melaksanakan ibadah haji. Tetapi, ia menyatakan, untuk menata jemaah agar dapat melaksanakan ibadah dengan sehat dan sesuai ketentuan.
"Yang diutamakan adalah pembinaan kesehatan. Jadi bukan membatasi. Tetapi mengupayakan agar kemampuannya kembali sehat dan mampu," kata dia.