Selasa 01 Aug 2017 15:13 WIB

'Bagaimana Kalau Investasi Dana Haji di Infrastruktur Rugi?'

Rep: Kabul Astuti/ Red: Qommarria Rostanti
Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher saat memimpin uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji di Komisi VIII DPR RI, Jakarta.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher saat memimpin uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji di Komisi VIII DPR RI, Jakarta.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menggulirkan wacana pemanfaatan dana tabungan haji untuk investasi di sektor infrastruktur. Komisi VIII DPR RI menilai pemanfaatan dana haji ini tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher Parasong hari ini dalam Diskusi Forum Legislasi dengan tema Investasi Infrastruktur bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji? di Gedung DPR RI.

"Pertanyaannya, jika penggunaan dana itu diberikan kepada pemerintah, dibolehkan seumpamanya, kemudian menjalankan kegiatan infrastruktrur siapa BUMN, apakah selama ini politik anggaran BUMN untung atau rugi. Rugi. Seandainya kalo rugi, investasi ini prinsip kehati-hatiannya di mana, prinsip syariahnya di mana?," ujar Ali Taher, Selasa (1/8).

Ali menyebut, berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Badan Pengelolaan Haji, sudah jelas dikatakan bahwa penggunaan dana haji harus memperhatikan beberapa unsur penting. Pengelolaan dana haji harus memenuhi asas yang tertera pada pasal 2 UU No 34 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa prinsip penggunaan dana haji harus syariah, prinsip kehati-hatian, prinsip manfaat, nirlaba, transparan, dan yang keenam akuntabel.

Kemudian, kata Ali, pasal 3 mengatakan bahwa pengelolaan dana haji bertujuan tiga hal. Pertama, tujuan pokok untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH, dan ketiga, manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. "Dalam perspektif itu, aspek legalitasnya sudah jelas bahwa dana ini hanya diperuntukan bagi jamaah haji dan kepentingan umat Islam," ujar Ali.

Pasal 26 juga menyebutkan, untuk melaksanakan tugas dan fungsinya BPIH harus mengelola keuangan ibadah haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepada jamaah haji dan kemaslahatan umat Islam.

Penempatan atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya sesuai yang tertera pada pasal 48. Pada Pasal 48 Nomor 2, penempatan atau investasi keuangan haji sebagaimana yang dimaksud pada saat itu harus dilakukan sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.

"Oleh karena itu menurut pandangan saya, bukan kita menolak, tetapi prinsip kehati-hatian, prinsip syariah, dan prinsip manfaat ini kita kedepankan secara benar, baik secara undang-undang. Menurut Komisi VIII sudah jelas UU memberikan amanat untuk itu," kata Ali.

Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan peraturan pemerintah untuk investasi tidak ada sehingga aspek pelaksanaannya pun belum ada. Sementara, rencana bisnis baik dari badan pelaksana maupun badan pengawas juga belum dibuat.

Menurut Ali, BPKH saat ini belum punya kantor yang jelas dan juga belum memiliki fasilitas memadai. Setelah masa reses, dia akan mengajukan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna untuk bisa menempatkan posisi mitra kerja BPKH pelaksana dan pengawas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement