Kamis 10 Aug 2017 07:49 WIB

Kasus First Travel, Asphurindo: Setop Paket Umrah Promo

Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau refund terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau refund terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama secara resmi menjatuhkan sanksi administratif pencabutan izin operasional PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pencabutan izin travel  yang terkenal dengan paket umrah murah itu  dilakukan karena First Travel melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Republika.co.id, Sabtu, 5/8).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji Umroh dan in-Bound Indonesia  (Asphurindo) Syam Resfiadi Amirsyah mengatakan ada pelajaran yang perlu  diambil dari kasus tersebut. “Para travel haji/umrah  perlu mengambil pelajaran dari kasus First Travel. Para travel jangan main-main dengan paket promo,” kata Syam Resfiadi menjawab Republika.co.id, Sabtu (5/8).

Syam mengemukakan,  sebetulnya First Travel ini terpeleset pada cara yang tidak dia inginkan sendiri. Awalnya sebenarnya First Travel  mencoba memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menyiapkan program harga murah. “Kalau kita lihat sejarahnya, harga murah waktu First Travel  buka saat itu (beberapa tahun lalu) masih wajar. Sebab, dolar AS  masih di bawah  Rp 10 ribu,” ujarnya.

Ketika harga dolar terus naik dan First Travel  menjual up grade (harga paket umrah yang lebih tinggi), imej-nya tidak tertangkap oleh masyarakat. “Tidak bisa diubah citra First Travel sebagai travel yang menjual program umrah murah. Padahal dia sudah kadung keluar biaya besar untuk keperluan mengubah imej atau menaikkan  kelas itu,” tuturnya.

Dalam sebuah pameran tahun 2015, kata Syam, First Travel menjual paket  yang lebih tinggi. Ada yang harganya 2.500 dolar, ada yang 3.000 dolar. “Tapi tidak laku. Karena yang dicari orang pada saat mereka pameran itu tetap saja paket yang murah. Mana yang Rp 12 juta. Mana yang 10 juta?” ungkapnya.

Mau tidak mau, kata Syam, First Travel  terjerumus ke sana. “Sayangnya , seandainya uang itu betul-betul diamanahkan secara baik, tidak akan timbul ekses-ekses seperti itu yang akhirnya merugikan dia sendiri dan ini  seperti bola salju yang kita yakini sejak awal, kalau sempat dia salah dan dia tidak perbaiki secepatnya, ini akan menjadi bola salju. Inilah yang terjadi saat ini,” ujarnya.

Menurut Syam, kasus pencabutan izin First Travel ini menjadi pelajaran yang  berharga bagi semua travel haji/umrah. Siapapun yang menjual paket umrah dengan pola seperti First Travel, sebaiknya segera menutup penjualan paket murah seperti itu dan beralih ke harga normal.

Jangan menjual harga promo lagi (harga yang jauh di bawah harga normal, bahkan bisa sampai setengahnya).  “Sudah, cut (hentikan) sampai di sini. Karena kasus First Travel ini sudah jadi contoh,” tegasnya.

Kenapa demikian? Pemerintah dalam hal ini  sudah mengambil sikap, dengan satu travel dibatalkan izinnya  ini akan berdampak kepada yang lain-lain yang mengikuti pola seperti First Travel. “Apalagi yang dilaporkan ke YLKI ada enam travel. Ini baru satu yang divonis,” ujarnya.

Apabila ini nanti terus berjalan satu demi satu, pemerintah akan menertibkan. Tidak hanya sisa yang lima travel  yang dilaporkan kepada YLKI, tetapi travel-travel lain yang berjualan dengan sistem promo seperti First Travel. “Pemerintah akan mengawasi lebih ketat. Sehingga, harus benar-benar mengubah pola pemasaran mereka dengan tidak lagi memakai program promo atau Ponzi (jamaah berangkat umrah dengan dana jamaah berikutnya yang sudah mendaftar) seperti itu,” papar Syam Resfiadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement