Kamis 24 Aug 2017 12:38 WIB

Begini Tiga Catatan Krusial Armina Versi Amirul Hajj

Jamaah haji dari berbagai negara menyemut di Masjid Namira di Padang Arafah, Ahad pagi (11/9).
Foto: FAZRY ISMAIL/EPA
Jamaah haji dari berbagai negara menyemut di Masjid Namira di Padang Arafah, Ahad pagi (11/9).

IHRAM.CO.ID, MAKKAH— Puncak haji Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) tersisa hitungan hari dan akan jatuh pada 31 Agustus. Beberapa persiapan pun telah dilakukan pemerintah Indonesia.

Naib Amirul Hajj Abdul Mu’thi menjelaskan ada titik krusial dalam pelaksanaan Armina. Pertama adalah jamaah tarwiyah. Sebagian jamaah haji Indonesia berpendapat rute puncak haji adalah dari Makkah menuju Mina dan menginap di sana pada 8 Dzulhijjah lalu menuju ke Arafah keesokan harinya. 

“Ini krusial, jumlahny makin lama makin banyak,” kata dia kepada wartawan Republika.co.id, Nashih Nasrullah, di Makkah, Arab Saudi, Kamis (24/8). 

Selain itu kata dia, adalah persoalan tanazul, yaitu mereka yang memilih berangkat langsung ke Masjid al-Haram setelah berwukuf di Arafah dan Muzdalifah, alias tidak langsung ke Mina. 

Dan yang terakhir, kata dia, adalah bermabit di Mina. Titik krusialnya adalah terkait bermabit di Mina Jadid yang menjadi perdebatan di sebagian kalangan. Jumlah jamaah haji di kawasan ini cukup banyak mencapai 26 ribua-an.”Sebagian jamaah merasa itu bukan Mina lagi apalagi jaraknya jauh,” kata dia. 

Atas dasar inilah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini, meminta pemerintah gencar memberikan pemahaman. Dalam penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri dikenal waktu afdlal dan waktu afshah. Waktu afdlal dipahami sebagai waktu yang utama untuk menjalankan tahapan ibadah haji, sedang afshah adalah waktu yang sah dalam menjalankan tahapan ibadah haji.

“Kita akan berusaha memberi pemahaman kepada jamaah untuk beribadah di waktu yang sah (afshah) dan tidak memaksakan diri di waktu yang utama (afdlal) karena berisiko,” kata dia.  

Waktu utama yang dimaksud Mu’thi antara lain, waktu lontar jumrah Aqabah yang dilakukan setelah terbit matahari hingga waktu zhuhur (matahari tergelincir). Mu’thi mengimbau jamaah tidak memaksakan diri melakukan Aqabah pada waktu itu. Terlebih, Pemerintah Saudi telah menetapkan jadwal dan jam tersebut bukan jadwal jamaah haji Indonesia.

“Patuhi schedule yang telah ditetapkan Pemerintah Saudi dan Indonesia,” tutur dia.  

Dia menerangkan haji di tanah suci bukanlah tujuan akhir. Ukuran keberhasilan haji tidak pada bagaimana susah payahnya saat menjalani, tapi bagaimana akhlak jamaah pasca menunaikan ibadah haji. Keutamaan bisa dirasih saat kembali ke Tanah Suci dengan memperbanyak ibadah dan amalan yang merupakan bagian dari kualifikasi haji yang mabrur. “Harapan kami, jamaah lebih mengutamakan keabsahan dan keselamatan haji karena itu yang memang harus menjadi bagian prioritas semua jamaah,” kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement