IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pengawas Persiapan Ibadah Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon masih menemukan sejumlah masalah dalam pelaksanaan haji tahun ini. Di antaranya adalah pemondokan dan katering jadi catatan penting sorotan Timwas.
Fadli mnejelaskan, pemondokan di Madinah masih terlalu jauh lokasinya, sekitar 1,2 km. "Pemondokan yang jauh itu menyulitkan akses bagi jamaah bila ingin bepergian atau beribadah ke pusat kota Madinah. Ketika Timwas meninjau pemondokan tersebut, ternyata masih kurang layak bagi jamaah haji Indonesia," keluh politikus Gerindra itu, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/8).
Tidak hanya pemondokan, Fadli mnegatakan catatan penting lainnya yang jadi sorotan adalah katering. Timwas menemukan makanan basi dari perusahaan katering yang ditunjuk di Arab Saudi. Akhirnya, makanan basi tersebut ditarik dan diganti dengan yang baru.
Akibatnya, jamaah haji Indonesia telat makan malam. Timwas pun, kata Fadli, sempat meninjau perusahaan catering penyuplai makanan itu. “Kami meninjau perusahaan catering yang membuat makanan basi. Kondisi perusahaannya kurang layak. Seharusnya perusahaan ini tidak diberikan deal yang besar, karena perusahaan catering ini ternyata masih baru, tidak besar, dan kurang profesional. Kalau terjadi lagi menyuplai makanan basi, sebaiknya perusahaan ini di-black list saja,” kata Fadli.
Namun, bila melihat secara umum, menurut Fadli, pelayanan haji tahun ini sudah meningkat. Tinggal memperbaiki sisi kekurangan yang masih menjadi sorotan. Catatan lainnya adalah tenaga medis dirasa masih kurang. Lalu, di Makkah ternyata ada praktik rentenir.
Ada living cost yang diberikan ke jamaah sebesar 1/500 real dengan pecahan 500 real. Bila jamaah ingin memecah uang 500 real, maka dipotong 80 real. “Ini praktik rentenir dalam pelaksanaan ibadah haji,” keluhnya.
Pada bagian lain Fadli menyampaikan bahwa tahun ini adalah tahun transisi dalam penyelenggaraan haji. Tahun depan, penyeleanggaraan haji sepenuhnya dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Sementara bicara kuota haji, Fadli mendesak pemerintah melakukan lobi intensif agar kuota haji Indonesia terus bertambah. Tahun ini, kuotanya tetap 211 ribu plus 10 ribu orang calon haji.
Tambahan 10 ribu diberikan pemerintah Arab Saudi kepada semua negara, bukan hanya Indonesia. Tahun lalu sempat dikurangi, karena ada proyek perluasan Masjidil Haram. “Pemerintah harus melakukan lobi yang intensif di OKI, karena di situ kuota ditentukan. Antrian calon haji Indonesia juga semakin panjang,” ungkap Fadli.
Dua Pimpinan Komisi VIII juga hadir mendampingi Fadli, masing-masing Sodik Mujahid dan Iskan Qolba Lubis. Menurut Sodik, masih ada catatan-catatan kecil dalam penyelenggaraan haji kali ini. Misalnya, petugas haji Indonesia lemah berkoordinasi, rumah makan masih jauh dari jangkauan jamaah, dan mutu catering kurang baik.
“Masih ada kelemahan perencanaan. Misalnya, maktab yang jauh. Dan yang paling jauh adalah pada hari jelang haji atau muthawaf ifadhoh dimana jemputan sudah dihentikan,” ungkap Sodik.
Sementara itu, Iskan meilhat daya tawar penyelenggara haji Indonesia sangat lemah. Kalah dalam bernegosiasi dengan negara lain. “Jamaah haji kita paling besar, tapi ternyata daya tawar kita paling lemah. Ini perlu kita analisa,” keluhnya. Politisi PKS ini mencontohkan, berdasarkan kesepakatan Kemenag dan Komisi VIII, jamaah Indonesia 100 persen harus berada di markaziyah atau ring 1.
Namun tiba-tiba digeser begitu saja oleh jamaah Iran. Akhirnya, ada 18 persen tidak masuk ring satu. Akibatnya, jamaah Indonesia mendapat fasilitas yang tidak memadai. Selain jauh juga sarana gedung banyak yang rusak. Padahal, bayar biayanya sama.
Ia mengusulkan, agar ke depan nomenklaturnya ada yang diubah. "Di Indonesia mesti ada kementerian haji yang lepas dari Kemenag. Di negara lain ada kementerian haji. Inilah yang membuat daya tawarnya kuat," ujarnya.