Jumat 25 Aug 2017 09:35 WIB

Anda Saja Cinta, Apalagi Saya Wajdi

Wajdi Khamis
Foto: Republika/Nashih Nashrullah
Wajdi Khamis

IHRAM.CO.ID, Tubuhnya agak sedikit gempal. Warna kulitnya hitam. Saya kira dia orang Afrika, ternyata dia asli kelahiran Makkah meski kedua orang tuanya berasal dari Jizar, beberapa kilo meter dari tanah suci.

Tepat di dada bagian kanan atas, di permukaan seragamnya yang berwarna berwarna krem muda tercatat nama, Wajdi Khamis.

Dia adalah penjaga Hotel Al Murjan Royal, yang berada di Sektor 6, Syiyah Raudhah, Makkah, salah satu lokasi pemondokan jamaah haji Indonesia.

Semula, estimasi tak sopan dari saya mengatakan : tak ada yang istimewa dari dia. Tetapi lihatlah, bagaimana tiba-tiba pandangan saya dibuat terkagum, begitu dia mendorong jamaah haji yang berkursi roda, dari halaman depan hotel, lobi, lift, hingga tepat di depan kamar jamaah.

Apa yang dia lakukan itu tampak begitu tulus. Tak ada keluhan. Malah, kepuasan batin selepas mengantar jamaah haji Indonesia memendar kuat dari raut mukanya. Saya pun iseng bertanya. “Wajdi apakah dikasih tips oleh jamaah yang Anda antar barusan?”

Dia menggerak-gerakkan telapak kanannya dengan posisi terbuka ke atas, sebuah bahasa isyarat tubuh yang dipahami masyarakat Arab, pertama sebagai tanda tidak mengerti, kedua terheran-heran dengan maksud lawan bicara, atau ketiga bisa juga dipahami sebagai sebuah pertanyaan ihwal kabar lawan bicara.

Tapi Wajdi, saya pikir lebih Anda lebih condong kepada makna isyarat opsi pertama, kira-kira yang ada di benak Wajdi, dia tak mengerti apa maksud saya menanyakan tips.

“Jangan selalu semuanya ditakar dengan uang, biar Allah SWT membalas saya,” kata Wajdi yang mengaku ini tugas tahun kedua dia menjaga Hotel Al Murjan. Mulia sekali Anda Wajdi.

Satu per satu, kesan Wajdi terhadap jamaah haji Indonesia pun muncul. Semua penilian yang dia berikan terhadap jamaah haj Indonesia sangat baik, kecuali satu dua, itu biasa.

Di mata Wajdi, memiliki karakter yang berbeda dengan jamaah haji dari negara lain. Kedisiplinan, keramahan, akhlak, dan sopan santun, adalah karakter-karakter yang melekat, dimanapun dan sama siapapun mereka berinteraksi. Wajdi sangat terkesan.  

Namun, kebaikan Anda juga tak kalah juara Wajdi. Ketulusan Anda terhadap jamaah haji membuka memori saya tentang kebiasaan luhur penduduk Makkah memperlakukan jamaah haji secara turun-menurut sepanjang sejarah.

Buku The Mecca Festival, karya sang legenda orientalis asal Belanda Snouck Hurgronje, mendokumentasikan dengan apik, hiruk pikuk Makkah, selama musim haji pada abad ke-19 . 

Di antara yang dia sorot, adalah penyambutan luar biasa warga Makkah, dan layanan mereka terhadap dhuyuf ar-Rahman, para tamu Allah SWT.

Sekalipun tak semua layanan itu gratis, dalam catatan Hurgronje. Penduduk Makkah memperlakukan para tamu Allah, seperti saudara mereka sendiri. Menyediakan tempat istirahat, menjamu dengan makanan dan minuman, serta layanan lain yang bertujuan memuliakan jamaah.

Tradisi yang berakar kuat ribuan tahun tersebut, tetap bertahan hingga sekarang. Kita akan disajikan pemandangan yang unik selama musim haji. Ada yang menyajikan kurma di area Ka’bah dan Masjid al-Haram, memberikan minum air zamzam di jalan-jalan Makkah.

Bahkan, ada yang benar-benar niat, dia membawa satu mobil container yang berisi makanan-makanan siap saji, terkadang buah-buahan saja, adakalanya bervariasi. Dan, kesemuanya diperuntukkan khusus secara gratis untuk para jamaah haji. Mengagumkan.

Beberapa dermawan atau lembaga tertentu juga rutin menggelar jamuan makan malam, khusus untuk jamaah haji Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh SMA al-Hudaibiyah yang berlokasi tak jauh dari Kantor Misi Haji Indonesia Makkah.

Selama sepakan penuh jelang pelaksanaan puncak haji, lembaga pendidikan ini menggelar santapan makan malam. Menunya sudah tentu khas Arab. Satu nampan dua ekor ayam dikepung disantap enam orang dalam satu meja. Itu belum sebarapa, konon porsi seperti ini bisa habis dilahap hanya oleh  tiga warga lokal.

Saya pikir memang Anda tulus Wajdi. Bahasa tubuh tak bisa dimungkiri. Ketulusan yang Anda miliki adalah buah dari rasa kasih dan sayang, rasa cinta. Hanya kecintaan sebagai sesama Muslim yang dapat memunculkan energy dashyat itu Majdi.

“Uhibbu hujjaj Andunisia, saya mencintai jamaah haji Indonesia,” kata itu engkau sampaikan lagi-lagi dengan ekspresi yang polos. Tak dibuat-buat, dan bukan mujamalah (basa-basi).

Saya tampaknya harus sepakat dengan Wajdi. Karakter para jamaah haji kita secara umum, dan yang terpenting optimisme dari jamaah haji lansia yang membuat decak kagum. Anda Saja Cinta, Apalagi Saya Wajdi

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement