Sabtu 26 Aug 2017 19:02 WIB

Jamaah Risiko Tinggi Dominasi Klinik Kesehatan Haji

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Hazliansyah
Petugas medis mengevakuasi dua jamaah sakit di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Daker Madinah ke Makkah, Rabu sore (16/8).
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Petugas medis mengevakuasi dua jamaah sakit di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Daker Madinah ke Makkah, Rabu sore (16/8).

IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Penyelenggaraan kesehatan haji tahun ini cukup menguras tenaga bagi tim medis Indonesia. Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Dr.dr. Eka Jusup Singka, MSc menyebutnya seperti sebuah krisis.

"Semua harus cepat, tepat dan akurat, tidak boleh telat sedikit pun sebab akibatnya bisa fatal," kata dia dalam pernyataan yang diterima Republika.co.id. Sebagian besar penanganan jamaah sakit selama ini pun terkait kegawatdaruratan.

Mayoritas jamaah haji Indonesia tergolong risiko tinggi (risti). Jumlahnya mencapai 63 persen dari seluruh jamaah sebanyak 220 ribu orang. Beberapa diantaranya banyak yang tidak bisa menjalankan ibadah haji karena sakit setibanya di tanah suci.

Dr. Eka menyampaikan sebagian besar jamaah ini sudah memiliki penyakit kronis sejak di tanah air. Penyakit-penyakitnya pun rentan kambuh atau menjadi lebih berat karena kondisi lingkungan di Arab Saudi.

Duty Manager KKHI Makkah, dr. Dewi Kartika Sari mengatakan pasien dari golongan risti adalah yang paling sering datang ke Klinik kesehatan haji Indonesia (KKHI) Makkah. KKHI selalu sibuk menjelang subuh hingga pagi pukul 09.00. Rata-rata ada 70-80 pasien setiap 12 jam pelayanan.

"Rata-rata pasien risti yang berobat, itu pun tidak memiliki pendamping dan sudah dalam keadaan harus ditangani lebih lanjut," kata dia.

Dari sejumlah kasus, KKHI pun tidak bisa berbuat banyak sehingga harus dirujuk lagi ke Rumah Sakit Saudi. Seperti salah satu pasien yang sudah didiagnosis fibrosarkoma dengan diduga metastasis ke tulang dan paru, sejak dari tanah air. Kecil kemungkinan ia bisa mengikuti prosesi ibadah haji.

Kasus lain terjadi pada seorang jamaah perempuan berusia 72 tahun yang masuk KKHI karena keluhan nyeri tulang belakang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan ditelusuri melalui elektronik buku kesehatan jemaah haji (e-BKJH), ternyata jemaah menderita TB paru yang dibuktikan dengan pemeriksaan sputum BasilnTahan Asam (BTA).

Menurut Kasubsie Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, dr. M. Yanuar Fajar, Sp.P, FISR, hasil pemeriksaan positif sebanyak dua kali pemeriksaan. Pemeriksaan itu dilakukan sejak dua bulan sebelum keberangkatan dari tanah air.

Lebih lanjut, dr. Yanuar mengatakan, dari keterangan yang dihimpun ternyata jamaah ini belum mendapat obat anti tuberkulosis (OAT) sama sekali. Akhirnya, jemaah dirawat diruang isolasi KKHI Makkah.

Dr. Eka sangat menyayangkan kasus-kasus seperti ini. Sejak tiba di Arab Saudi, yang bersangkutan hanya pindah dari rumah sakit ke rumah sakit. Menurutnya, kasus-kasus di atas seharusnya bisa diminimalisir.

"Dinas kesehatan provinsi mestinya berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar jemaah haji seperti ini tidak terulang lagi pada tahun yang akan datang," katanya.

Pasien dengan penyakit menular seperti TB juga seharusnya tidak diizinkan berangkat. Dr. Eka menegaskan sebaiknya skrining terhadap jemaah haji diperketat mulai dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sampai embarkasi.

"Kalau sudah seperti di atas, maka jemaah haji tidak bisa beribadah dan berpotensi menularkan pada orang lain yang berdampak negatif bagi dirinya dan jamaah lain," kata Eka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement