IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Layanan katering bagi jamaah haji Indonesia dihentikan mulai Ahad (27/8). Untuk menyiasatinya, jamaah memilih memasak di hotel.
Mereka memasak dengan menggunakan penanak nasi listrik yang dibeli di toko sekitar hotel. Harganya bervariasi antara 60 hingga 150 riyal Saudi atau sekitar Rp 210 ribu hingga Rp 525 ribu (1 riyal = Rp 3.500). Satu penanak nasi listrik dibeli secara urunan dengan teman sekamar. Satu kamar umumnya berisi empat sampai enam orang.
Seperti yang dilakukan oleh Sunarto dari Wonogiri. Usai shalat Subuh berjamaah di masjid dekat hotel, dia bersama teman sekamarnya membeli kentang dan tempe untuk diolah sebagai menu sarapan. Dua bungkus tempe mereka beli dengan harga 12 riyal. Sedangkan tiga buah kentang dihargai 8 riyal.
Sunarto mengatakan dia membawa beras sebanyak lima kilogram dari rumah. Dia juga membawa bumbu masak, seperti cabai kering, bawang dan bumbu instan. "Tidak ada larangan dari hotel karena kami memasak di area dapur dengan kompor listrik," ujar jamaah kloter SOC 35 itu saat ditemui Republika.co.id, di kawasan Sektor 5, Senin (28/8).
Jamaah dari kloter JKS (Jakarta Bekasi) 11 Herawati dan sebagian besar jamaah yang tinggal di Al Murjan Hotel di Sektor 6 Syisyah Raudhah juga memilih memasak setelah jatah katering merek habis pada Kamis (24/8). Berdasarkan pantauan Republika.co.id di Sektor 5 Syisyah, jamaah memadati toko sembako Begala Ali. Toko ini memang terletak tepat di samping Al Lulua Hotel tempat jamaah haji Indonesia menginap. Usai subuh, toko dibuka dan langsung diserbu pembeli.
Buah-buahan dijual dengan harga 20 riyal per kilogram. Sayur-mayur, seperti terong, bayam dan kangkung dijual mulai 5 riyal. Tempe juga ada. Selain itu, toko ini juga menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, kurma dan kacang-kacangan.
Suratmi dari Cilacap yang tergabung dalam kloter SOC 03 mengatakan telah mulai memasak sejak pekan lalu. Selain memasak, terkadang dia membeli sarapan makanan khas Indonesia yang banyak dijual dadakan di sekitar hotel.
Sebenarnya Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah melarang jamaah memasak di hotel. Larangan tersebut berlaku di Madinah, Makkah, dan Armina. Hal itu berkaca pada peristiwa kebakaran 2015 akibat penanak nasi listrik yang lupa dimatikan.
Selama di Makkah, jamaah menerima jatah 25 kali makan. Layanan katering otomatis berhenti setelah jatah tersebut habis. Untuk membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari, jamaah bisa memanfaatkan uang hidup (living cost) sebesar 1.500 riyal yang dibagikan saat di embarkasi.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengatakan penghentian sementara katering hingga 6 September karena padatnya jalan-jalan di Makkah. Akibatnya, distribusi makanan tidak bisa dibagikan ke jamaah. Pemberlakuan penghentian katering tidak hanya terjadi pada jamaah Indonesia, tapi juga jamaah dari negara lain.