Selasa 05 Sep 2017 04:00 WIB

Menelusuri Perjalanan Keluarga Teladan

Anies Baswedan.
Foto: Dok. Pribadi
Anies Baswedan.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Haji telah selesai. Sebuah ritual penuh makna dan hikmah. Rekaman makna dan hikmah haji ada di hati, tak ada yang sama. Tiap orang menjalani ritual yang sama, setiap orang punya pengalaman yang berbeda.

Beberapa hari ini, malam dan siang mengikuti Sunnahnya, menelusuri perjalanan keluarga teladan yang dimuliakan-Nya dan yang diagungkan umat manusia walau bilangan tahun kejadiannya telah berlalu ribuan kali yaitu Keluarga Ibrahim.

Haji. Sebuah ritual penuh makna yang figur sentralnya adalah seorang Hajar, seorang Ibu, seorang istri. Sangat unik di jamannya untuk jadi figur sentral. Bayangkan, dari manusia, terpilih seorang perempuan. Dari perempuan terpilih seorang budak. Dari budak terpilih berkulit hitam legam. Tapi dari figur Hajarlah semua bersumbu. Dari Hajar mengalir kisah mulia tentang iman, ketaatan & keluarga. Ya dari Hajar, seorang ibu dan seorang istri.

Hajar adalah seorang ibu. Dari rahimnya ditakdirkan lahir Ismail. Di tanah berbatu yang menyengat, bayi Ismail membukakan mata air yg hingga kini tak berhenti alirannya: zamzam. Dari kasih ibunya, di tanah yang gersang dan panas itu Ismail dibalut dengan cinta tanpa batas, dididik jadi manusia luar biasa di usia belia. Di tanah ini Ismail tumbuh jadi manusia yang dikenang sepanjang masa.

Hajar adalah juga seorang istri. Perempuan mulia inilah yg mengantarkan suaminya, Ibrahim berumur lebih dari 100 tahun, meraih mimpinya: punya anak. Dari istrinya inilah seorang suami, Ibrahim, diantarkan untuk lebih dekat pada Sang Maha Pencipta; tanpa Hajar tiada Ismail, tanpa Ismail, Ibrahim tak merasakan kecintaan tunggalnya hanya pada Allah.

Dari istrinya, Bapak Tauhid ini seakan diantarkan untuk menemukan puncak ketauhidannya. Kita rayakan momen-momen kecintaan tunggal  Ibrahim pada Robbnya itu saat merayakan Idul Adha.

Hadirnya Hajar, seorang ibu dan seorang istri, menghantarkan kisah Ibrahim menjadi hikmah yang alirannya maknanya tidak pernah berhenti, seperti lubang zamzam mengalirkan airnya tanpa henti.

Kebahagiaan dan rasa syukur itu mengembung, saat ditakdirkan-Nya di beberapa hari ini menelusuri kembali perjalanan Ibrahim, Hajar & Ismail bersama seseorang yg darinya kita dilahirkan: ibu. Dan bersama seseorang yg darinya anak-anak amanah Allah dilahirkan olehnya: istri.

Pengalaman haji adalah meniti dengan hati setiap peristiwa penuh makna seputar keluarga Ibrahim. Pengalaman haji itu jadi terasa makin bermakna ketika dialami bersama dengan Ibu dan istri.

Sore itu, tanggal 12 bulan 12 tahun 1438 Hijriah, tawaf Ifadha dimulai. Baitullah ada di tengah. Kami berjalan di orbitnya, menyatu dengan semua, seakan butiran air di samudra raya; saat kami tuntas 7 putaran, saat selesai tawaf, saat itu pula Adzan Maghrib berkumandang. Persis bersamaan. Semua berhenti di orbitnya, ratusan ribu jumlahnya, semua berubah arah menghadap kiri, berdiri mengarah Kabah dan sholatpun ditegakkan.

Sungguh, tiada batas atas hikmah yang bisa ditimba dari tiap pengalaman penuh makna ritual haji. Itu sekelumit, refleksi kecil atas pengalaman haji ini.

Malam itu saat matahari sudah turun tapi gelap belum melangit, kami bertiga berdiri Al Haram. Mengabadikan momen bertiga ini, untuk anak-anak kami dan -InsyaAllah- untuk anak-anak dari anak-anak kami; pada mereka pengalaman lengkap kelak akan dituturkan, semoga bisa jadi hikmah bagi mereka, dan bagi kami. Semoga kami dan mereka bisa mengalami, bukan hanya menjalani, ibadah haji.

Fabi'ayyi ala'i rabbikuma tukazziban.

Makkah, 12 Dhulhijjah 1438

Anies Baswedan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement