Sabtu 07 Oct 2017 11:52 WIB

Komisi VIII: Pengawasan Haji-Umrah akan Lebih Ketat

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Esthi Maharani
 Warga yang menjadi korban First Travel mengisi formulir di posko pengaduan korban First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (25/8).
Foto: Republika/Prayogi
Warga yang menjadi korban First Travel mengisi formulir di posko pengaduan korban First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (25/8).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI melihat adanya kelonggaran pengawasan, bahkan pembiaran oleh Kemenag pada travel umrah yang ada di Indonesia. Untuk itu, Undang-Undang haji sedang membahas tata kelola penyelenggaraan haji dan umrah agar pengawasan lebih ketat.

"Komisi VIII sedang melakukan pembahasan RUU Penyelanggaran haji dan umrah yang didalamnya membahas soal tata kelola haji dan umrah, pengawasan, batas minimum dan juga hukuman bagi travel bermasalah," ujar salah seorang Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Immanulhaq saat dihubungi Republika, Jumat (6/10).

Menurut dia, pola penggantian uang jamaah yang tidak jadi berangkat umroh juga sedang dibahas. Komisi VIII juga menginginkan agar kasus First Travel dapat diusut tuntas, sebab didalamnya selain penipuan, ada juga unsur money loundry.

"Saya mengapresiasi bareskim yang membuat Crisis Centre bagi korban. Negara harus memberi solusi bagi korban Travel ini," ujar anggota PKS itu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI lainnya, Iskan Qolba Lubis yang menyatakan Undang-Undang haji yang baru akan ada penekanan pada tugas-tugas pengawas haji dan umrah. Misalnya dengan membentuk mitigasi penyimpangan travel dengan laporan rutin tiga bulanan.

"Umpamanya, dia harus memberikan laporan rutin tiga bulan. Dari situ bisa dikontrol ketika ada travel yang mulai menyimpang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement