Senin 06 Nov 2017 18:48 WIB

Setditjen PHU: Istithaah Kesehatan Jadi Persyaratan Berhaji

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Salah satu jamaah haji risiko tinggi yang dirawat di klinik kesehatan (Ilustrasi)
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Salah satu jamaah haji risiko tinggi yang dirawat di klinik kesehatan (Ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji telah ditetapkan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ingin menguatkan implementasi istithaah kesehatan jamaah haji. Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) juga meminta Kementerian Agama (kemenag) mengawal penguatan implementasi istithaah kesehatan jamaah haji.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Muhajirin Yanis mengatakan, masing-masing punya tugas untuk melaksanakan semua regulasi yang terkait penyelenggaraan haji. Istithaah dari sisi kesehatan dan lain sebagainya menjadi persayaratan bagi orang untuk bisa berhaji. Tapi leading sektornya ada di Kementerian Kesehatan (kemenkes).

"Tentu secara bersama-sama kita harus sepakat bahwa pelaksanaan Permenkes (Istithaah Kesehatan) tidak harus pada saat ketika jamaah sudah berangkat. Sejak awal kami sudah bersepakat bersama-sama dengan Kementerian Kesehatan mensosialisasikan ini," kata Muhajirin kepada Republika.co.id, Senin (6/11).

Dia menerangkan, tapi yang nanti melakukan pendampingan dan pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji di lapangan tentu harus ahlinya, yakni Kemenkes. Kemenag juga sudah dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi pada tahun 2016-2017. Sekarang Dirjen PHU sangat berharap, setahun sebelum keberangkatan, jamaah haji sudah terdeteksi kondisi kesehatan mereka.

Dikatakan Muhajirin, setidaknya enam bulan sebelum keberangkatan, sudah diketahui jamaah haji tersebut butuh perawatan seperti apa. Kalau sudah ada pendampingan dan perawatan sejak awal, maka pada saat akan diberangkatkan dan kondisi jamaah belum sehat, diharapkan ada kesadaran sendiri dari jamaahnya.

"Kesadaran, saya jangan dulu berangkat karena kondisi saya seperti ini. Itu implementasi yang kita harapkan, saya rasa sudah cukup bagus adanya Permenkes tentang istithaah," ujarnya.

Muhajirin menyarankan, maka tinggal terus melakukan sosialisasi. Jadi Kemenag dan Kemenkes bersinergi. Langkah-langkah Kemenag akan mendukung program penguatan implementasi istithaah. Tapi, Kemenag tidak mungkin melakukan pemeriksaan kesehatan karena tidak punya keahlian dibidang kesehatan.

Dikatakan Muhajirin, Kemenag mendukung program sosialisasi. Bahkan, ketika Kemenag diminta bantuan, tentu akan melakukannya bersama-sama. Menurutnya, sosialisasi bisa menjadi tugas siapa saja, termasuk tugas Kemenag. Tapi, kalau mengukur dan memeriksa kesehatan jamaah haji, maka harus oleh ahlinya.

Sebelumnya, KPHI juga memberikan masukan agar badal haji diatur dengan prosedur dan manajemen yang baik. Artinya, Kemenag membuat kebijakan dan mengatur badal haji untuk melayani jamaah. Menanggapi hal tersebut, Muhajirin mengatakan, ada kriteria yang badal haji.

Muhajirin menjelaskan, orang yang bisa badal haji adalah orang yang meninggal dunia saat proses berangkat haji. Kemudian, orang yang sudah berada di Saudi Arabia sedang melakukan proses ibadah haji, tapi tidak bisa melakukan sesuatu atau tidak bisa bergerak karena sakit maka bisa badal haji.

Selanjutnya, orang yang sedang melaksanakan ibadah haji kemudian lupa ingatan, maka bisa badal haji. "Kalau ada masukan baru, nanti bakal dikaji," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement