Selasa 12 Dec 2017 20:00 WIB

Kemuliaan dan Ketakwaan Keluarga Ibrahim

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Lokasi tempat melontar jumrah (Jamarat) di Mina.
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Lokasi tempat melontar jumrah (Jamarat) di Mina.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Bila melihat keterangan Surah Ash-Shaaffaat [37]: 100-111, tak ada satu pun penjelasan ayat yang menegaskan pelaksanaan lempar jumrah (jamarat) yang kini menjadi salah satu ritual (wajib haji) dalam pelaksanaan ibadah haji.

Namun, di balik ayat tersebut, terdapat kisah yang sangat mengharukan, sekaligus menunjukkan keteguhan hati dan iman dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Mengharukan karena seorang ayah akan menyembelih putra tercintanya, dan sangat didambakan, sebelumnya. Menunjukkan keteguhan iman, karena Ismail yang akan menjadi kurban, dengan penuh kepercayaan diri, dia menunjukkan bakti dan ketaatannya kepada Allah SWT. Begitu juga dengan Ibrahim AS. Perintah menyembelih Ismail, merupakan perintah Allah sebagai wujud ketakwaannya atas segala apa yang diperintahkan Allah.

Sebagaimana disebutkan, ketika Ibrahim AS bermaksud menyembelih Ismail, tiba-tiba datanglah setan menghampirinya. Setan bermaksud menggoda Nabi Ibrahim, agar menghentikan upayanya menyembelih Ismail. Namun, dengan penuh keyakinan dan ketakwaannya kepada Allah, Ibrahim tetap melaksanakan perintah itu. Ibrahim tahu bahwa tujuan setan adalah agar ia melanggar perintah Allah. Karena itu, Ibrahim lantas mengambil tujuh buah batu kerikil dan melemparkannya kepada setan (Iblis). Inilah yang dinamakan jumrah 'ula (pertama).

Tidak berhasil menggoda Ibrahim, setan lalu membujuk Siti Hajar agar segera melarang Ibrahim AS yang bermaksud menyembelih putranya tersayang, Nabi Ismail AS. Namun, Siti Hajar juga menolak dan melemparinya dengan batu ke arah setan. Lokasi ini sekarang merupakan tempat melontar jumrah wustha (pertengahan).

Kemudian, Iblis beralih menggoda Ismail AS yang dianggap masih rapuh (muda) keimanannya. Namun sebaliknya, Ismail justru menunjukkan perlawanan. Ia kukuh memegang keimanannya dan yakin dengan sepenuh hati akan perintah Allah SWT. Ismail tak ragu sedikit pun.

''Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'' (QS 37 : 102).

Mereka bertiga (Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar), bersama-sama melempari Iblis dengan batu (jumrah aqabah). Allah SWT pun memuji upaya Nabi Ibrahim AS dan keluarganya. Mereka dianggap berhasil dalam menghadapi ujian Allah SWT.

Allah memuji Ibrahim dan Ismail. ''Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, yang demikian itu benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kamu tebus anak itu dengan sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) 'Kesejahtreraan dilimpahkan atas Ibrahim.' Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.'' (QS Al-Shaaffaat [37]:104-110).

Itulah peristiwa yang menjadi pelajaran bagi umat manusia, dan pelemparan batu itu menjadi kewajiban bagi setiap jamaah haji, sebagai bentuk teladan atas kemuliaan dan ketakwaan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Jamarat menjadi simbol kemenangan anak manusia atas godaan dan bujukan setan (Iblis).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement