IHRAM.CO.ID, SOLO — Kantor Imigrasi Kelas I Surakarta selama 2017 telah menerbitkan sebanyak 41.888 paspor atau meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 37.899 paspor.
Jumlah penerbitan paspor hingga Desember 2017 oleh Kantor Imigrasi Surakarta mencapai 41.888 paspor itu terdiri 3.449 paspor 24 halaman, dan 37.439 paspor 48 halaman, kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Surakarta, Santoso, di Solo, (16/12).
Santoso menjelaskan, dari penerbitan paspor selama 2017 tersebut mayoritas masyarakat yang menjalankan umrah yakni sekitar 65 persen, sedangkan sisanya sekitar 35 persen Warga Negara Indonesia yang bepergian ke luar negeri terkait pariwisata dan kunjungan lain.
Selain itu, pihaknya juga menunda penerbitan paspor yang diduga sebagai tenaga kerja Indonesia nonpresedural selama tahun ini, ada sebanyak 38 terdiri 20 laki-laki dan 17 perempuan. Penundaan penerbitan paspor itu, dengan tujuan untuk melindungi para TKI yang bekerja di luar negari.
Pihaknya juga melakukan penolakan keberangkatan WNI yang diduga sebagai TKI nonpresedural di Bandar Udara Adi Soemarmo Boyolali sebanyak 10 orang.
Santoso mengatakan Kantor Imigrasi Kelas I Surakarta selama 2017 telah mendeportasi 30 warga negara asing (WNA), dan dua di antaranya, mendapat tindakan penegakan hukum projusticia karena melanggar keimigrasian. Dari sisi jenis pelanggaraan keimigrasian relatif lebih ringan, di mana kasus yang mendominasi adalah pelanggaran izin tinggal.
Dia mengatakan sebanyak 30 WNA yang dideportasi itu terdiri atas 27 orang laki-laki dan tiga perempuan. Mereka rata-rata melanggar izin tinggal, baik "over stay" maupun penyalahgunaan izin tinggal. WNA itu, ternyata bekerja di Indonesia, padahal tidak memiliki izin kerja, tetapi izin tinggal kunjungan.
Menurut dia, WNA yang dideportasi didominasi dari Negara Tiongkok, kemudian Korea Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Jumlah WNA yang dideportasi meningkat tersebut, kata dia, karena meningkatnya kesadaran masyarakat yang lebih perhatian dengan keberadaan WNA di lingkungannya. Jika hanya mengandalkan hasil pemeriksaan dari petugas di bandara sangat sulit untuk mengetahui pelanggaran yang dilakukan WNA.
Hal tersebut, kata dia, seperti kasus enam WNA asal Tiongkok yang dideportasi karena melanggar izin tinggal di Kabupaten Wonogiri beberapa waktu lalu. Hal ini, terungkap karena laporan masyarakat dan setelah diselidiki ternyata mereka tidak memiliki izin kerja di Indonesia.
"WNA itu, masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta dan mereka melalui jalan darat masuk ke Wonogiri. Namun, masyarakat yang curiga kemudian melaporkan ke Kantor Imigrasi untuk ditidaklanjuti," kata Santoso.