Ahad 31 Dec 2017 08:00 WIB
Outlook Haji 2018

Layanan Ibadah Haji 2018: Tantangan, Solusi, dan Strategi

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Foto udara yang diambil dari helikopter, menunjukkan ribuan tenda pemondokan jamaah haji di Mina, Sabtu (27/10).   (Hassan Ammar/AP)
Foto: Hassan Ammar/AP
Foto udara yang diambil dari helikopter, menunjukkan ribuan tenda pemondokan jamaah haji di Mina, Sabtu (27/10). (Hassan Ammar/AP)

IHRAM.CO.ID, Penyelenggaraan ibadah haji musim 2017 telah berjalan sukses. Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa indeks kepuasaan jamaah haji Indonesia terhadap layanan haji pada 2017 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Indeks kepuasan jamaah haji pada 2014 ialah sebesar 81.52 persen, lalu meningkat menjadi 82,67 persen pada 2015. Angka itu kemudian meningkat menjadi 83.83 persen pada 2016d an kembali meningkat menjadi 84,85 persen pada 2017 atau tergolong dalam kategori memuaskan.

Kendati demikian, masih ada sejumlah catatan yang disoroti dari survei BPS tersebut. Yang mana, indeks pelayanan jamaah haji di Arafah dan Mina (Armina), yang meliputi bus, tenda, dan katering, menjadi indeks kepuasaan terendah. Tahun ini, indeks kepuasan di Armina ialah sebesar 75,55 persen atau turun 1,75 poin dibandingkan dengan tahun lalu. Penurunan itu antara lain disebabkan oleh kesesuaian ukuran tenda dengan jumlah jamaah haji per tenda, cara pengaturan penempatan jamaah haji ditenda, serta kenyamanan dan kebersihan tenda.

Hasil survei dari layanan yang memuasakan dan kurang memuaskan itu menjadi catatan tersendiri bagi Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia. Dalam hal ini, Kemenag terus mengupayakan untuk memperbaiki layanan haji agar pelaksanaan ibadah haji musim 2018 menjadi lebih baik lagi.

Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri (Diryanlu) Kemenag Sri Ilham Lubis mengatakan, bahwa pemerintah merasa bersyukur dengan meningkatnya indeks kepuasan ibadah haji terhadap layanan di Arab Saudi. Namun, menurutnya, dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah permasalahan atau kendala.

Terkait hal ini, Sri mengatakan, pemerintah mencoba untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi pada musim haji 2017 untuk pelaksanaan yang lebih baik bagi musim haji 2018.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin beserta jajarannya akan bertemu dengan Menteri Haji Arab Saudi pada Ahad (24/12) dan menyampaikan sejumlah catatan guna perbaikan pada penyelenggaraan musim haji berikutnya. Sri mengungkapkan, tiga poin di antaranyayang akan ditekankan Menag dalam kunjungannya ke Saudi.

Pertama, terkait dengan layanana komodasi di Madinah. Sri mengatakan, 95 persen jamaah haji Indonesia menempati hotel di jarak paling jauh 650 meter dari Masjid Nabawi. Sementara 5 persennya tinggal di hotel di jarak di atas 650 meter dan maksimal 1.150 meter dari Masjid Nabawi.

Namun, karena di Madinah tidak ada pembangunan hotel yang dekat dengan Masjid Nabawi, kemudian adanya tiga negara yang melakukan sewa hotel dengan satu musim, maka kapasitas hotel yang ada di sekitar Masjid Nabawi menjadi berkurang.

Hal inilah, menurutnya, yang membuat pemerintah Indonesia harus segera melakukan penyewaan hotel di Madinah dengan menyempurnakan langkah yang selama ini dilakukan. Sebelumnya, Indonesia melakukan sistem penyewaan hotel semi musim atau 'blocking time'.

Selama ini, Indonesia menyewa hotel sesuai dengan jadwal kedatangan jamaah untuk melaksanakan shalat 40 waktu (Arba'in). Di mana tanggal masuk dan keluar hotel telah ditentukan.

Namun, dampak dari sewa hotelsemi musim itu telah menimbulkan kesulitan. Pada saat terjadi jadwal penerbangan jamaah haji Indonesia yang delay atau jadwal penerbangan negara lain yang delay, jamaah haji Indonesia terpaksa harus ditempatkan di hotel lain. Karena hotel tersebut masih ditinggali jamaah sebelumnya.

Sistem sewa semi musim telah mengakibatkan jadwal yang tidak tepat waktu. Karena saat terjadi penundaan jadwal penerbangan itulah, penyedia haji harus mencarikan hotel lain. Sementara itu, yang menjadi masalah lainnya, hotel di Madinah tidak semua dirancang sesuai dengan kapasitas jenis pesawat asal Indonesia. Akibatnya, jamaah dalam satu kloter bisa terpecah di tiga hotel. Hal itu, menurutnya, akan menyulitkan bagi pelayanan petugas haji Indonesia kepada jamaah.

"Oleh karena itu, kita ingin agar mengupayakan penyewaan hotel di Madinah dilakukan dengan satu musim. Sehingga, nanti penempatan jamaah dilakukan oleh kita sendiri. Walaupun ada delay penerbangan, tapi hotel itu tetap dipakai untuk jamaah kita. sehingga masih ada waktu untuk membersihkan kamar," kata Sri, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (22/12).

Dalam kunjungan Menag ke Saudi, Sri mengatakan, pihaknya akan melakukan penjajakan hotel mana saja yang siap untuk disewa dengan satu musim. Walaupun, kata dia, akan ada konsekuensi dalam hal penambahan biaya. Namun, hal itu akan diupayakan oleh pemerintah demi kepastian layanan dan agar jamaah bisa terjamin tidak terpecah. Setidaknya walaupun terpisah, jamaah masih tinggal di hotel yang berdekatan.

Dia mengatakan, terdapat sekitar 202 hotel dengan kapasitas kurang dari 300ribu itu diperebutkan untuk semua negara yang hendak ke Madinah. "Tahun ini kita berupaya untuk melakukan penjajakan kepada hotel yang siap untuk menawarkan hotelnya dengan satu musim," ujarnya.

Kedua, kaitannya dengan pendingindi Arafah. Sri mengatakan, tidak ada masalah dengan tenda di Arafah. Arafah memiliki tenda yang sudah baru, kokoh. Namun, hanya pendinginnya yang dirasa kurang maksimal. Karena itulah, pemerintah Indonesia meminta kepada Muassasah (perusahaan pelayanan haji) agar mengubah sistem pendingin di tenda-tenda di Arafah. Menurutnya, pihak Muassasah sendiri sudah menjanjikan akan mengubah pendingin menjadi lebih baik.

Ketiga, soal layanan haji di Mina. Bertambahnya kuota jumlah jamaah bagi seluruh negara telah menambah kepadatan di Mina pada haji musim lalu. Akibatnya, ruang untuk setiap jamaah di dalam tenda menjadi berkurang. Normalnya, ruang untuk setiap jamaah adalah 1,2 atau1,5 meter.

Namun, pada musim haji lalu, setiap jamaah rata-rata hanyamendapatkan ruang sebesar 0,9 dan 0,8 meter per jamaah di dalam tenda. Bahkan di beberapa maktab, beberapa jamaah tidak bisa tertampung di dalam tenda.

"Kita meminta kepada Muassasah untuk menata ulang lahan per maktab itu dan memprioritaskan untuk jamaah haji dulu. Dipastikan bahwa mereka semua masuk di dalam tenda. Barulah kelebihan ruang per maktab diberikan untuk yang lainnya, seperti pengurus maktab, katering, dan penyimpanan bahan baku," ujarnya.

Selain tenda, pemerintah Indonesia juga meminta adanya penambahan toilet di setiap maktab. Sri mengatakan, usulan terkait perbaikan pelayanan di Mina ini sudah setiap tahunnya disampaikan kepada Menteri Haji Saudi ketika petemuan pembahasan persiapan haji tahun berjalan.

Pemerintah, menurutnya, sudah mengusulkan agar tenda di Mina ditingkat. Terutama, bagi jamaah yang embarkasinya jauh dengan jamarat. Di samping, usulan agar toilet ditingkat. Sehingga, bisa mengurangi antrean jamaah saat hendak ke toilet.

Sri berharap, Muassasah dapat memenuhi janjinya terkait layanan di Mina tersebut. Kendati demikian, Sri mengatakan, bahwa pemerintah Saudi juga kemungkinan tidak bisa melaksanakan usulan tersebut secara langsung karena berkaitan dengan biaya yang lebih besar. Selain tiga poin tersebut, Sri mengatakan, masih ada poin-poin lainnya yang disampaikan oleh Menag saat bertemu dengan Menteri Haji Saudi.

Ketua Komisi Pengawas HajiIndonesia (KPHI) M Samidin Nashir mengatakan, kurang memadainya ruang tendadan keterbatasan jumlah MCK (toilet) merupakan masalah utama dalam pelayanan haji di Mina tahun ini. Ruang tenda dan jumlah MCK saat ini dinilai tidak sebanding dengan jumlah jamaah haji yang kian meningkat tahun ini. Pelayanan yang buruk di Mina inilah yang menurut Samidin menjadi salah satu penyebab menurunnya kondisi daya tahan fisik jamaah.

Sebagai solusi, ia juga menyarankan agar pemerintah Saudi menambah jumlah tenda di Mina atau agar dibuat bertingkat. Begitu juga dengan jumlah toilet agar ditambah, agar antrean jamaah ke toilet tidak mengular.

Kalaupun tidak memungkinkan dikerjakan segera, Samidin mengatakan, bahwa jamaah haji yang tinggal di hotel dekat dengan jamarat agar diizinkan untuk mabit di pondokan (hotel). Karena ada beberapa hotel yang dekat dengan jamarat.  Misalnya, hotel 601, 602, dan yang lainnya.

Samidin mengatakan, jarak dari hotel tersebut ke Jamarat bahkan lebih dekat daripada dari kawasan tenda-tenda di Mina. Menurutnya, hotel-hotel itu memang bukan masuk dalam kawasan Mina, tapi sangat dekat dengan batas Mina.

Dalam hal ini, ia mengatakan mabit di pondokan tidak tidak mengurangi keutamaan berhaji. Kewajiban dalam berhaji adalah mabit (bermalam) di Mina. Akan tetapi, kata dia, bermalam di Mina tidak berarti harus tidur semalam suntuk di tenda-tenda di Mina.

"Yang dimaksud Mabit adalah tinggal di sebagian malam, bisa mulai terbenam matahari. Keutamaannya mabit sampai fajar, tapi sampai jam 12 malam juga cukup. Di malam hari, jamaah bisa keluar dari hotel dalam rangka melontar jumrah sekaligus mabit di Mina. Jadi istirahatnya di hotel, siang misalnyadi hotel," kata Samidin.

Sebagai solusi yang lain, Samidin menyarankan, agar beberapa tenda yang dipakai jamaah haji plus bisa direposisi atau dipindahkan ke tenda yang ada di dekat jamarat. Dengan demikian, jamaah haji reguler bisa menggunakan tenda tersebut.

Selain tenda dan MCK, Samidin juga menyoroti soal transportasi dari pondokan menuju Arafah. Menurutnya, kualitas bus yang digunakan memang kurang baik. Banyak bus yang mengalami mogok. Buruknya kondisi bus tersebut, menurutnya, bukan hanya terjadi padajamaah reguler, tetapi juga termasuk jamaah khusus.

Bahkan, kata dia, tak sedikit jamaah khusus yang menggunakan bus sekolah. Hal ini dikatakannya menjadi catatan bagi pemerintah Saudi untuk memperbaiki transportasi dan pelayanan lainnya di Mina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement