IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 13 Februari 2018 silam telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018. Peraturan ini mengatur tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Direktorat Jenderal PHU Ramadhan Harisman menyampaikan, sejak saat itu dana haji yang selama ini dikelola Kementerian Agama telah dialihkan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Per bulan Februari dana haji sebasar Rp 103 Triliun. Semuanya sudah menjadi wewenang BPKH,” kata Ramadhan saat ditemui humas di ruang kerjanya, kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (7/3).
Dijelaskan Ramadhan, sekarang Kementerian Agama sudah tidak mempunyai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) untuk mengelola, apalagi mengembangkan dana haji dalam bentuk apa pun.
Bicara keuangan haji, lanjut Ramadhan, sumbernya ada dua, yaitu dari dana haji dan dana abadi umat. “Dana haji sumbernya dari setoran BPIH serta nilai manfaatnya. Dana abadi umat dari sisa operasional haji atau efisiensi dana haji berjalan,” kata Ramadhan.
Ramadhan juga menjelaskan, dana haji selama ini tersimpan di dua komponen, ada di Bank Penerima Setoran BPIH dan di dana sukuk Indonesia (Kemenkeu). Sementara, Dana Abadi Umat (DAU) penempatannya ada dua juga, yakni bank pengelola dana abadi umat dan pada sukuk dana haji Indonesia.
“Dana abadi umat juga sudah dipindahkan kepada BPKH per 28 Pebruari 2018. Jadi, praktis sekarang pengelolaan dana haji sudah di BPKH,” kata Ramadhan menambahkan.
Ketika ditanyai terkait isu-isu yang berkembang di media tentang investasi dana haji, Ramadhan menyampaikan, ketentuan mengenai penempatan dan investasi dana haji itu sudah jelas diatur dalam PP Nomor 5 tahun 2018 tentang pelaksanaan UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Haji. “Semua menjadi wewenang BPKH. Kemenag tidak punya tupoksi mengembangkan dana haji dalam bentuk apa pun. Aturannya diatur dalam PP tersebut,” kata Ramadhan.