REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim menegaskan, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang gagal memberangkatkan jemaahnya ke Arab Saudi akan dikenakan sanksi pencabutan izin. Hal ini ditegaskan Arfi menyusul masih adanya travel atau PPIU yang jamaahnya terkendala keberangkatan umrahnya ke Arab Saudi.
“Pasal 25 PMA 8 tahun 2018 tegas mengatur kewajiban PPIU memastikan masa tinggal jamaah di Arab saudi sesuai masa berlaku visa. Semantara pasal 25 mengatur, PPIU dilarang menelantarkan jamaah umrah yang mengakibatkan jamaah gagal berangkat ke Arab Saudi, melanggar masa berlaku visa, serta terancam dan keselamatannya,” kata Arfi di Jakarta, Selasa (03/04).
“Pasal 41 huruf (3) menyebut bahwa PPIU yang melanggar ketentuan pasal 24 dan 25 dikenakan sanksi pencabutan izin penyelenggaraan,” sambungnya.
Menurut Arfi, sanksi pencabutan izin juga akan diberikan kepada PPIU yang meminjamkan legalitas perizinan umrahnya kepada pihak lain untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah.
Selain pencabutan, PMA 8/2018 juga mengatur sanksi pembekuan izin. Sanksi ini diberikan jika PPIU melakukan pengulangan atas pelanggaran yang berakibat pada sanksi peringatan tertulis. Sejumlah pelanggaran itu antara lain: tidak melaporkan perubahan pemilik saham, membuka kantor cabang tanpa pengesahan Kanwil Kemenag setempat, menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah (BPIU) di bawah harga referensi tanpa melaporkan secara tertulis kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU).
“Kemenag dalam waktu dekat akan menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang harga referensi umrah. Diperkirakan harga referensi umrah ini berada pada kisaran Rp 20 juta,” ujar Arfi.
“Jika terkena sanksi pembekuan atau pencabutan izin, PPIU wajib mengembalikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah kepada jamaah,” tandasnya.