IHRAM.CO.ID, PADANG -- Biro perjalanan umrah Bumi Minang Pertiwi (BMP) yang berkantor di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar), mangkir dari panggilan Ombudsman Perwakilan Sumbar, Jumat (27/4). BMP dipanggil terkait kasus penelantaran ratusan jamaah umrah di Kuala Lumpur dan Arab Saudi pada Maret 2018 dan belum jelasnya nasib ribuan jamaah yang menunggu diberangkatkan.
BMP juga dianggap tidak kooperatif dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman bersama Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumbar. Plt Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, menyebutkan mengalami kesulitan dalam menghubungi direksi PT BMP. Sambungan seluler yang ditujukan kepada pimpinan BMP tidak mendapat respons.
Bahkan, nomor telepon kantor pun tidak bisa dihubungi. Kesulitan dalam menghubungi BMP juga dialami oleh Kanwil Kemenag Sumbar.
"Dan sayangnya, BMP belum bisa memberikan data dan bukti dokumen keberangkatan jamaah. Bukti dokumen ini berupa tiket dan manifes perjalanan," kata Adel setelah bertemu dengan pejabat Kanwil Kemenag di kantor Ombudsman Sumbar, Jumat (27/4).
Adel menyayangkan sikap manajemen BMP yang cenderung abai terhadap nasib ribuan jamaah umrah ini. Hingga saat ini, Kanwil Kemenag mencatat masih ada 1.669 jamaah umrah yang menunggu diberangkatkan. Angka ini lebih banyak daripada jumlah yang dilaporkan BMP kepada Kanwil Kemenag sebelumnya, yakni 1.325 jamaah.
Berdasarkan laporan yang dihimpun Ombudsman, sebagian kecil jamaah sudah mendapat penjadwalan ulang keberangkatan. Namun, jamaah yang beruntung untuk tetap berangkat ke Tanah Suci ini diurus oleh biro perjalanan yang bermitra dengan BMP, bukan BMP. Beberapa biro perjalanan yang bermitra dengan BMP memilih merogoh kocek perusahaan untuk memberangkatkan jamaah daripada dilaporkan ke polisi terkait penipuan umrah.
"Bisa saja mitra ini memberangkatkan karena takut dilaporkan calon jamaah. Namun, kita belum tahu apakah bersama dengan BMP untuk berangkatkan atau inisiatif mitra saja. Ini belum ada bukti," kata Adel.
Adel memberikan contoh, sebuah biro perjalanan di Dharmasraya, Sumbar, sudah melaporkan dokumen keberangkatan atas 47 jamaahnya, termasuk bukti tiket dan akomodasi jamaah umrah. Berdasarkan pengakuan biro perjalanan tersebut, kebijakan memberangkatkan jamaah dilakukan atas inisiatif mandiri tanpa ada koordinasi dengan BMP.
Menindaklanjuti sikap BMP yang abai terhadap nasib jamaah ini, Kemenag sudah menerbitkan surat keputusan yang berisi larangan BMP merekrut jamaah baru. BMP diminta fokus dalam upaya pemberangkatan jamaah dan opsi-opsi lainnya, termasuk pengembalian uang yang sudah dibayarkan jamaah.
Ombudsman Sumbar juga akan membuka posko bersama yang akan menampung seluruh laporan jamaah. Sampai saat ini, Ombudsman baru menerima satu laporan dari masyarakat terkait BMP. Kanwil Kemenag Sumbar menerima tiga laporan dan Komisi V DPRD Sumbar menerima sembilan laporan masyarakat.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Sumbar, Afrijal, menyebutkan akan menyurati BMP bila komunikasi melalui seluler tidak berhasil. Selain itu, Kanwil Kemenag juga mendukung langkah Ombudsman kembali memanggil BMP demi pemeriksaan yang tak kunjung rampung. Tak hanya itu, Kanwil Kemenag Sumbar juga sejalan dengan Ombudsman untuk melibatkan kepolisian bila BMP tetap tidak koordinatif.
Kanwil Kemenag Sumbar juga melihat adanya potensi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, oleh BMP. Hal ini terlihat dari dokumen rencana pemberangkatan jamaah. BMP berencana menjadwalkan ulang sebagian jamaah pada 2019. Hal ini jelas melanggar aturan yang memberikan waktu bagi biro perjalanan selama enam bulan setelah pembayaran untuk memberangkatkan jamaah.
"Di aturan, enam bulan harus berangkat. Kami akan koordinasi dengan Kemenag level kabupaten/kota untuk memastikan tidak ada jamaah baru yang bergabung dengan BMP," kata Afrijal.