Kamis 24 May 2018 19:29 WIB

DPR Setujui Penambahan Biaya Operasional Haji

Salah satu alasannya, karena saat penetapan BPIH pembayaran dilakukan dengan rupiah.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) bersama Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu (kanan) mengikuti Raker dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kiri) bersama Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu (kanan) mengikuti Raker dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan Komisi VIII DPR RI menyepakati penambahan biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji tahun 2018. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi persoalan terjadinya selisih kurs riyal dengan rupiah.

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan saat penetapan BPIH pembayaran dilakukan dengan rupiah. Saat itu kurs rupiah tidak anjlok seperti saat ini. "Maka ketika ada selisih kurs itu DPR bisa memahami kondisinya dan menyetujui bahwa nilai selisih kurs itu akan dibayar melalui nilai manfaat yang didapat dari dana optimalisasi," ujar Menag, ketika rapat kerja dengan Komisi VIII, di Gedung DPR RI, Kamis (24/5).

Sedangkan untuk besaran dananya, Menag mengatakan, nantinya akan dimasukkan ke dalam safeguarding. Sifat dana tersebut akan disesuaikan realisasi penggunaan di lapangan.

Itu artinya, Menag menegaskan, apabila terdapat sisa, maka dana tersebut akan dikembalikan ke kas haji untuk digunakan pada penyelenggaraan haji berikutnya. Menag mengungkapkan terdapat dua faktor yang berbeda pada pelaksanaan haji tahun ini dengan sebelumnya.

Baca: Nilai Tukar Fluktuatif, Pemerintah Minta Tambahan Dana Haji

Pertama, selisih kurs tahun sangat besar yakni mencapai empat persen. Kemudian keberadaan BPKH membuat pembiayaan indirect coast harus melalui persetujuan DPR. Sementara selama ini cukup dilakukan oleh Kemenag. Menag mengakui kondisi ini membuat dalam proses pembiayaan sedikit terlambat. "Tapi ini bentuk kehati-hatian, transparan dan akuntable," kata Menag.

Dalam rapat kerja tersebut dihasilkan enam poin. Ketua Komisi VIII, Ali Taher Parasong mengatakan enam poin tersebut yaitu DPR menyetujui asumsi nilai tukar rupiah dengan riyal dalam BPIH tahun 2018 dari Rp 3.570 perriyal menjadi Rp 3.850.

Kemudian komponen safeguarding untuk mengantisipasi fluktuasi nilai tukar dalam indirect cost tahun 2018 dari Rp 550.990.356.076 menjadi Rp 580.990.356.076. Sedangkan total indirect cost berubah menjadi Rp 6.878.931.934.046 dari Rp 6.327.941.577.970.

Ali menambahkan, DPR menyetujui usulan Kemenag terkait indirect cost biaya haji khusus 2018 sebesar Rp 16.690.529.000. Lalu penyediaan riyal untuk living cost dilakukan oleh Kemenag dengan pertimbangan BPKH belum memiliki pejabat pengadaan yang bersertifikat.

Penyediaan riyal juga untuk operasional haji di Arab Saudi dilakukan oleh BPKH. Selain itu, Menag didesak agar mempercepat Kepres mengenai besaran indirect cost tahun 2018. Kemudian, lanjut Ali, DPR juga menyetujui BPKH menggunakan nilai manfaat setoran awal jamaah untuk uang muka pembayaran indirect cost. Hal tersebut dilakukan sebelum Kepres diterbitkan.

"Komisi VIII meminta BPKH dan Kementerian Agama membuat kebijakan penyediaan kebutuhan mata uang Saudi Arabia Riyal yang dapat mengantisipasi fluktuasi nilai tukar. Sehingga meningkatkan efisiensi dan nilai manfaat untuk memenuhi kebutuhan besaran pengeluaran penyelenggaraan ibadah haji," kata Ali. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement