Rabu 30 May 2018 21:05 WIB

Kemenag: Manasik Haji Paling Lambat Usai Lebaran

Pemerintah memiliki keterbatasan untuk memberikan manasik bagi seluruh jamaah

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Budi Raharjo
Sejumlah warga mengikuti kegiatan manasik haji di Asrama Haji Pondok gede, Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah warga mengikuti kegiatan manasik haji di Asrama Haji Pondok gede, Jakarta.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan manasik haji bagi calon jamaah haji mandiri (non-Kelompok Bimbingan Ibadah Haji/KBIH) belum juga dilaksanakan. Sementara, kloter perdana jamaah haji akan mulai diberangkatkan pada pertengahan Juli mendatang.

Menanggapi ini, Direktur Bina Haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Khoirizi, mengatakan manasik haji yang dilakukan oleh pemerintah paling lambat akan dilaksanakan setelah Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Meskipun waktu yang semakin dekat menjelang waktu keberangkatan ke tanah suci, namun ia mengatakan manasik haji tetap bisa efektif dilakukan.

"Itu paling telat, mudah-mudahan dalam bulan Ramadhan ini memungkinkan. Masih banyak waktu yang bisa kita lakukan dan tidak ada pembatalan manasik. Setelah lebaran sangat cukup dilakukan manasik," kata Khoirizi, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (30/5).

Khoirizi mengatakan, tidak ada perbedaan antara calon jamaah haji yang mendaftar di KBIH dan calon jamaah haji mandiri (non-KBIH) dalam hal manasik haji. Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan jamaah haji mandiri adalah jamaah yang bisa memahami prosesi dan prosedur perhajian.

Sehingga, jamaah bersangkutan tidak bergantung dengan orang lain dan harus mencari informasi tentang haji sendiri. Namun demikian, ia mengatakan bukan berarti jamaah haji mandiri lepas dari pembimbing atau pemerintah.

Ia mengatakan, manasik haji sebenarnya bisa dilakukan dalam waktu singkat. Dalam hal ini, calon jamaah haji menurutnya tidak hanya tergantung pada pemerintah. Karena mereka bisa belajar tentang haji secara mandiri.

Calon jamaah haji bisa belajar melalui ustaz, melalui modul yang disiapkan Kemenag, atau pun bertanya kepada orang yang sudah berpengalaman dalam haji. Karena menurutnya, pemerintah juga memiliki keterbatasan untuk memberikan manasik bagi seluruh jamaah.

Dalam pelaksanaan manasik haji, ia menuturkan calon jamaah akan diberi pembekalan mulai dari filosofi, makna ibadah haji, sejarah perjalanan, kebijakan dan sebagainya. Pelaksanaan manasik haji bagi calon jamaah haji secara keseluruhan dilakukan dengan dua sistem.

Pertama, manasik haji yang dilakukan oleh kelompok masyarakat atau kelompok bimbingan haji (KBIH). Dalam hal ini, KBIH bisa melaksanakan manasik minimal 15 kali, dengan biaya maksimal Rp 3.500.000 per jamaah.

Menurut Khoirizi, biaya tersebut ditentukan oleh pemerintah. Namun, KBIH boleh menetapkan biaya manasik di bawah harga yang telah ditetapkan, tergantung dengan program yang mereka buat.

Kedua, manasik haji yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, pelaksanaan manasik haji dilakukan oleh kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan dan Kemenag kabupaten/kota. Di Pulau Jawa, Khoirizi menuturkan manasik haji yang dilaksanakan pemerintah dilakukan sebanyak 8 kali, kecuali wilayah provinsi Banten.

Rinciannya, termasuk enam kali manasik yang dilakukan di kecamatan (KUA) dan dua kali di Kemenag kabupaten/kota. Sedangkan di luar Jawa, manasik haji oleh pemerintah dilakukan sebanyak 10 kali, yaitu 8 kali di KUA dan 2 kali di Kemenag kabupaten/kota. "Manasik yang dilakukan pemerintah itu sepenuhnya dibebankan kepada pemerintah dengan menggunakan dana optimalisasi," lanjutnya.

Sementara itu, Khoirizi menambahkan bimbingan atau manasik haji berbasis bimbingan belajar (bimbel) yang sebelumnya didesain Kemenag baru sebatas wacana. Rencana desain manasik haji berbasis bimbel menurutnya muncul karena selama ini bimbingan yang dilakukan secara massal tidak dapat dievaluasi.

Dengan bimbingan haji secara massal, jamaah yang memiliki pemahaman lebih dan kurang, jamaah yang lanjut usia dan yang muda, serta jamaah laki-laki dan perempuan, digabungkan bersamaan dalam satu ruang. Ke depan, jika bisa dilakukan dengan sistem berbasis bimbel, maka menurutnya pelaksanaan manasik haji bisa diukur atau dievaluasi.

"Jamaah akan ditempatkan di kelas masing-masing sesuai kemampuan mereka. Itu harapan kita ke depan, sehingga manasik dapat kita evaluasi," tambahnya.

Ia mengatakan, manasik berbasis bimbel oleh pemerintah ada yang sudah dilaksanakan dan ada yang belum, tergantung wilayah. Namun, ia tidak menjelaskan wilayah mana saja yang sudah melaksanakan manasik dengan sistem bimbel tersebut.

Namun demikian, ia menambahkan bahwa pemerintah sudah melaksanakan manasik haji berbasis ketua regu dan ketua rombongan. Menurutnya, hal itu dilakukan supaya bimbingan lebih bisa mendekatkan kepada jamaah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement