IHRAM.CO.ID, SURABAYA -- Ahmad Fatoni Syafii (76 tahun) dan istrinya, Nasifah Sholihah (66 tahun) mengaku tidak pernah bercita-cita pergi melaksanakan ibadah haji ke tanah suci. Terlebih, pasangan suami istri yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 8 embarkasi Surabaya ini hanyalah seorang abdi dalem di Pondok Pesantren (Ponpes) As Shiddiqiyah Jember.
Ahmad Fatoni bersama istrinya pun hanya tinggal di rumah kecil yang disediakan Ponpes yang dijaganya tersebut. Selain mengabdi di pondok, Ahmad Fatoni saat muda bekerja sebagai guru ngaji dari rumah ke rumah warga yang membutuhkan jasanya. Dia juga mengaku tidak pernah menentukan tarif atas jasanya sebagai guru ngaji.
Sementara istrinya, Nasifah saat muda biasa mengisi aktivitas sehari-harinya sebagai guru Taman Kanak Kanak (TK) milik yayasan pondok pesantren tempat ia mengabdi. Namun demikian, penghasilan yang kecil dan tidak menentu, tak menyurutkan semangat bapak 6 anak ini untuk bersedekah.
Ia mempunyai agenda rutin untuk memberikan sedekah pada janda dan anak yatim setiap tiga bulan sekali. Ahmad Fatoni tidak hafal berapa rupiah yang ia keluarkan untuk setiap kali ia sedekah. Ia hanya ingat, sekali bersedekah ia mengeluarkan sekitar 80 amplop.
"Gak saya hitung. Jadi setiap punya uang saya masukkan amplop ngumpul sampe 80 amplop. Kalau ngitung langsung, ya jantungan saya, pusing," kata Ahmad Fatoni di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Kamis (19/7).
Selain bersedekah, Ahmad Fatoni juga mengaku biasa membantu anak-anak yang hampir putus sekolah karena tidak mempunyai biaya. Kadang ia menebus ijazah, membelikan seragam sekolah, membayar biaya pendaftaran serta melengkapi kekurangan biaya sekolah anak-anak yang membutuhkan tersebut.
Ahmad juga kerap meminjamkan uang pada orang yang membutuhkan tanpa mengharap uang tersebut dikembalikan. Bahkan ia tidak pernah menghitung jumlah uang yang ia pinjamkan pada temannya. Setelah diakumulasi, ternyata uang yang tersebut sejumlah Rp 35 juta.
Keinginannya berhaji berawal ketika ia bertanya pada putra kyai di Ponpes tempatnya mengabdi tentang biaya haji, pada delapan tahun lalu. "Gus, saya ingin haji. Tapi kalau kagiatan saya bisa menjadi putus karena untuk biaya haji, maka lebih baik saya tidak jadi berhaji," kata Ahmad mengulang percakapannya dengan putra sang kiyai.
Putra kyai nya pun menyarankan agar ia daftar haji dulu lantas menunggu jawaban Allah. "Allah pasti akan memberikan jawaban, baik atau buruk," kata Ahmad menirukan saran dari putra kiyai tersebut.
Ia pun lantas pulang ke rumah dan mengajak istrinya masuk kamar. Ahmad Fatoni menyodorkan 2 buku tebal dan meminta istrinya menghitung uang yang ia selipkan pada buku tersebut. Ditemani anaknya, Nasifah menghitung uang tersebut dan terkumpul sejumlah Rp 50 juta. "Uangnya sudah banyak yang jamuran," sela Nasifah.
Ahmad Fatoni pun menyerahkan uang tersebut pada istrinya untuk biaya daftar haji berdua. Ahmad meyakini, rejeki itu datang dari Allah dan tidak terduga. Karenanya, lelaki yang hampir buta ini berprinsip untuk selalu bersedekah. Ia ibaratkan sedekah seperti memancing dengan kail.
"Dengan sedekah, rejeki datang tak terduga, berlipat lipat, kadang datangnya bersalipan," kata Ahmad.
Bahkan untuk menutup biaya haji pun, ia juga mendapatkan dari rejeki yang tidak terduga. "Waktu itu saya ngasih uang Rp 50 ribu pada anak yatim. Tidak lama setelah itu, ada orang yang minta saya datang ke rumahnya, saya dikasih amplop berisi Rp 15 juta. Alhamdulillah bisa buat menutup biaya haji," kata Ahmad.