Senin 30 Jul 2018 14:46 WIB

Katering Saudi Buru Produk Indonesia

Jatah makan kalau tidak sampai kepada jamaah, tidak akan dibayar

Kepala Daker Makkah Dr Endang Jumali meninjau kesiapan dapur katering jamaah haji di Makkah pada Senin (23/4)
Foto: Republika/Erdy Nasrul
Kepala Daker Makkah Dr Endang Jumali meninjau kesiapan dapur katering jamaah haji di Makkah pada Senin (23/4)

Laporan Wartawan Republika.co.id, Erdy Nasrul dari Makkah, Arab Saudi.

IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Upaya pemerintah menyuguhkan makanan bercita rasa Nusantara membuat pengusaha katering Saudi memburu sejumlah produk Indonesia. Di antaranya adalah kecap dan teh melati. Dua produk tersebut sulit ditemukan di Tanah Hijaz.

Katering Jawharat Asia, salah satu katering yang harus menghubungi sejumlah pemasok makanan di Jeddah dan Makkah. Ketika pasokan kecap tersedia, katering tersebut langsung memborong semuanya. Itu pun belum dapat memenuhi target kuantitas yang harus dipenuhi.

Kepala Bidang Katering Panitia Penyelenggara Haji Arab Saudi Ahmad Abdullah mengakui permasalahan tersebut. Banyak katering penyedia makanan jamaah mengalami kesulitan yang sama. “Kalau tak bisa memenuhi permintaan kecap, mereka harus mengganti dengan produk lain,” katanya di kantor Daerah Kerja Makkah, Syisyah, pada Senin (30/7).

 

photo
Petugas pengelola katering mendistribusikan makanan ke pemondokan jamaah haji Indonesia. (ilustrasi)

Abdullah selalu menekankan kewajiban katering untuk memenuhi pelayanannya. Acuannya adalah kontrak kerja yang menjadi pegangan katering dan PPIH. Tak hanya soal kecap, jatah makan kalau tidak sampai kepada jamaah, tidak akan dibayar.

Pembayaran katering dilakukan sesuai dengan laporan yang sampai kepada jamaah. Dalam perencanaan, katering A menyiapkan 5.00 makanan untuk hotel X, misalkan. Tapi yang sampai kepada jamah hanya 4.500 kotak. Maka yang dibayar PPIH hanya yang sejumlah 4.500 tadi. Sisanya sebanyak 500 porsi tidak dibayarkan.

Berdasarkan pantauannya, ada 300 katering tersebar di Makkah. Kemampuan mereka beragam. Ada yang mampu memproduksi massal, 25 ribu porsi dalam satu waktu. Namun, masakannya masih bercita rasa Arab. Bahkan ada yang rasanya hambar. “Pelit bumbu. Sudah sering kita peringatkan, tapi tak berubah. Akhirnya tidak kita pakai lagi,” katanya.

Katering besar juga biasanya terkendala distribusi. Kendaraan pengangkut makanan tidak banyak, sehingga pengangkutan makanan harus berkali-kali dan memakan banyak waktu. Akibatnya jamaah mengeluhkan makanan telat sampai.

Sementara itu ada katering kelas menengah yang pelayanannya lumayan. Masakannya lebih terasa. Distribusi produknya tidak terkendala. “Kita pertahankan sampai sekarang. Padahal dapurnya tidak terlalu besar,” imbuh Abdullah.

Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis mengatakan membangun cita rasa masakan Nusantara telah memotivasi pengusaha Arab untuk memasok beberapa produk Indonesia. contohnya kecap, kopi saset, dan sejumlah komoditas.

 

photo
Seorang pegawai katering mendistribusikan makan siang bagi jamaah haji Indonesia. (ilustrasi)

Produk tersebut sulit ditemukan di Tanah Suci, karena tidak banyak konsumennya. Namun, upaya pemerintah Indonesia tadi membangkitkan kesadaran mereka tentang pentingnya memasok produk Tanah Air. Selain jamaah haji Indonesia, produk tersebut juga dapat dikonsumsi jamaah umrah yang selalu meramaikan Tanah Suci selain musim haji. Warga Indonesia yang bermukim juga akan mencari komoditas tersebut.

Kendala di lapangan tak menghalangi komitmen pemerintah untuk pengadaan masakan Nusantara. Yang paling utama adalah memulai masakan jamaah haji bercita rasa khas negeri sendiri. “Tak masalah ada permasalahan sedikit. Ini untuk pelajaran,” katanya.

Sri mengatakan tujuan program besar ini adalah membuat jamaah haji semakin nyaman beribadah, seperti tinggal di negeri sendiri. Sebabnya, jamaah dari tahun ke tahun selalu mendambakan masakan seperti itu.

Selain itu, program tersebut juga diharapkan mendukung pengusaha, terutama eksportir Indonesia. Mereka dapat terlibat dalam penjualan dan ekspor berbagai kebutuhan jamaah haji di Tanah Suci. Namun, hal tersebut tidak terjadi dengan maksimal.

Ikan patin misalkan, dipesan dari Vietnam. Beras dan ikan teri mereka ambil dari Thailand. “Ini yang menjadi pertanyaan,” ujar Sri Ilham.

Teh masih diambil dari Indonesia dengan pengiriman yang sulit. Konsulat Jenderal Indonesia di Jeddah mengungkapkan upaya pengusaha Arab Saudi yang siap merugi karena menanggung biaya pengiriman komoditas tersebut dengan pesawat terbang. Biayanya lima kali lipat lebih besar. Upaya ini mendapat apresiasi pemerintah Indonesia karena membuktikan komitmen dan keseriusan mereka melayani dhuyufurrahman.

 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement