IHRAM.CO.ID, Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah dan Madinah menjadi idaman umat Nabi Muhammad SAW. Begitu pun dengan Komariah AR. Ibu rumah tangga berusia lanjut asal Palembang tersebut tak terbayangkan dapat menjaga niatnya untuk menyempurnakan Rukun Islam kelima pada usia 77 tahun lebih.
Kalaulah dipikir secara logika, tentulah tak masuk akal manusia. Apalagi Komariah yang membayangkan kondisi fisiknya pada waktunya nanti berangkat haji lima tahun mendatang. Rangkaian ibadah haji yang membutuhkan tenaga fisik yang ekstra tersebut harus ia jalani nantinya: mau tidak mau.
Usia bertambah kondisi fisik pun menurun, menjadi bayangan Komariah saat menunaikan ibadah haji. Bayangan itu selalu menghiasi hidupnya. Dengan bekal tabungan per bulan, istri pensiunan pegawai negeri tersebut mendaftar haji di sebuah bank pada 2010, saat suaminya Jasland masih hidup.
Suami Komariah yang kondisi fisiknya berkekurangan, merelakannya mendaftar haji untuk berangkat tanpa suami. Ia mendapat kuota berangkat haji dari Kemenag pada musim haji 2015 atau masuk daftar tunggu lima tahunan. “Itu memang duit tabungan kamu, daftarlah,” kata Komariah, menuturkan ucapan suaminya kala itu.
Selang berapa bulan setelah mendaftar haji, musibah melanda keluarganya. Sang suami meninggal dunia karena sakit. Batin dan fisik Komariah tertekan. Kondisi fisiknya mulai menurun.
Hari-hari ibu kelahiran Desa Anyar, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) pada 5 April 1938 tersebut diliputi dengan tetesan air mata. Rasa sedih dan haru ditinggal suami kian membayang dalam hidupnya.
Tetesan air mata terus mengucur deras tatakala mengenang masa-masa mengarungi bahtera rumah tangga bersama suami dalam suka dan duka. Tak terasa pusaran waktu tertumpah pada pusara makam suaminya di Desa Banding Anyar, OKI, Sumsel, tanah kelahiran suaminya berjarak sekira 70 km dari Kota Palembang.
Komariah membayangkan ketika ia akan berangkat haji pada 2015 tanpa muhrim (ikatan keluarga). Anak pertamanya, Aspani yang lebih dulu mendaftar haji jauh sebelum dirinya, mendapat kuota berangkat tahun 2011 persis setahun setelah bapaknya meninggal.
Niat Komariah berangkat haji lima tahun lagi terasa akan pupus. Berbilang hari dan pekan membuat kondisinya semakin tenang. Komariah bersama anak mantu pertamanya mulai mengikuti manasik haji di masjid tak jauh dari rumahnya. Anak dan mantunya akan berangkat haji tahun depan (2011), sedangkan ia akan berangkat haji lima tahun lagi (2015). Inilah yang membuat beban pikiran Komariah termasuk beban moral anak mantunya.
Keinginan Komariah untuk berangkat haji bersama mahrom anak mantunya sendiri semakin kuat. Tapi waktu yang membedakan keduanya. Setelah bermusyawarah dengan anak pertamanya, mereka menyerahkan masalah tersebut kepada Allah SWT agar bisa memberi jalan berangkat bersama ke Tanah Suci tahun depan, tidak menunggu lima tahun lagi.
Rangkaian manasik haji ia ikuti secara seksama di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Miftahussalam Palembang. Untuk melatih fisiknya, ibu usia lanjut tersebut tak berhenti untuk berjalan kaki setiap paginya di lingkungan komplek rumahnya.
Ritual haji terus ia pelajari di rumah setelah bekal manasik diperoleh. Ia siap menunaikan ibadah haji tahun depan, tapi terasa tidak siap berangkat haji lima tahun lagi, karena faktor usia yang menelan kondisi prima fisiknya. “Insya Allah Emak pacak(bisa, Red) pegi (berangkat) haji samo anaknyo,” ujar Ferry Munandar, pemimpin KBIH Miftahussalam.
Sesekali Komariah gembira sesekali sedih lagi, karena belum ada kepastian bisa berangkat haji tahun depan. Jawaban pembimbing manasik hajinya selalu begitu.
Saat mengikuti manasik haji di Masjid Nurhidayah Jalan Demang Lebar Daun Pakjo, kerap pikirannya membayang dengan peserta manasik lainnya yang tentu 99 persen sudah akan berangkat haji tahun depan. Tapi ia sendiri belum jelas nasibnya bisa berangkat atau tidak. Belum ada tanda-tanda dan terkadang mustahil bisa berangkat hanya menunggu setahun setelah mendaftar haji.
Ibu tujuh anak tersebut terus berdoa dan berdoa. Begitu juga dengan doa ketujuh anaknya yang menginginkan ibunya berangkat tahun depan. Waktu-waktu mustajab berdoa pun tak dilewatkan Komariah dan anak-mantunya untuk memanjatkan doa agar mendapatkan jalan dari Allah SWT. Hanya kekuatan doa yang menjadi senjata baginya untuk kokoh bisa berangkat haji.
Nyaris tiba waktu pelunasan biaya haji, nasib Komariah pun masih belum jelas. Keluarga telah mulai gelisah dan resah, termasuk anak pertamanya. Sedangkan pembimbing manasik terus memberikan semangat kepada Komariah, agar bisa berangkat haji bersama anaknya. “Sabar dan insya Allah pacak berangkat,” jawab Ferry saat Komariah menanyakannya, seperti ditutukannya belum lama ini.
Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT mulai nampak. Pemerintah Indonesia melalui Kemenag mengumumkan bahwa calon jamaah haji (calhaj) berusia lanjut di atas 70 tahun diutamakan berangkat haji tahun depan (2011). Para calhaj usia lanjut diharapkan segera mengurus berkas dan melunasi biaya haji karena kuota masih tersedia ratusan untuk Provinsi Sumsel.
Calon jamaah usia lanjut yang masuk daftar tunggu lima sampai tujuh tahun ternyata banyak yang tidak sanggup mengurusi berkas keberangkatannya. Sedangkan Komariah yang telah berniat dan bertekad berangkat tahun depan dan telah mengikuti manasik haji sebelumnya, bergegas mengurusi berkas dan melunasi biaya hajinya. “Alhamdulillah, ada jalan dari Allah,” tutur nenek bercucu 20 orang itu mengenang.
Manusia hanya bisa berikhtiar, tapi Allah SWT yang menentukan. Tak ada yang dapat menghalangi kalau Allah sudah berkehendak. Kun fayakun, jadi, maka jadilah. Kisah menakjubkan ini banyak dialami jamaah haji, dan sudah terbukti kepada Komariah yang bisa berangkat haji hanya menunggu setahun setelah mendaftar haji.