Selasa 14 Aug 2018 17:58 WIB

Haji Furodah, Sebuah Dilema

Jamaah Indonesia bahkan ada yang mengantre hingga 35 tahun.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Siluet jamaah haji.
Foto: Mast Irham/EPA
Siluet jamaah haji.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj berpandangan, haji furodah merupakan dilema. Dari aspek hukum di Indonesia, haji furodah tidak diakui karena dasar hukum penyelenggaraan haji di Indonesia berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2008 yang diubah menjadi UU Nomor 34 Tahun 2009.

Ia menerangkan, di UU tersebut yang dimaksud jamaah haji adalah orang yang mendaftar melalui Kementerian Agama (Kemenag). "Ini kita bicara sebelum ada BPKH, semua proses daftar ke sana (Kemenag), harus antre dan lain sebagainya," kata Mustolih kepada Republika.co.id, Selasa (14/8).

Ia menerangkan, terjadi antrean panjang untuk jamaah calon haji. Sekarang sudah antre sampai puluhan tahun karena ada jamaah calon haji yang harus antre 35 tahun. Kemudian masyarakat mencari jalan, salah satu jalan yang bisa ditempuh masyarakat menjadi jamaah haji furodah.

Dia menjelaskan, dalam perspektif hukum di Arab Saudi sebagai tuan rumah penyelenggara ibadah haji, furodah diperbolehkan. Intinya asal jamaah calon haji mendapatkan visa dan dapat izin dari Arab Saudi, maka jamaah tersebut bisa masuk ke Arab Saudi.

"Tapi di Indonesia ini menjadi dilema, kalau misalnya pemerintah mengizinkan haji furodah dilegalkan, maka pemerintah khususnya Kementerian Agama dianggap melanggar hukum, melanggar UU Nomor 13 Tahun 2008 itu," ujarnya.

Mustolih mengatakan, kemudian masalahnya akan merambat ke mana-mana. Misalnya hak dan kewajiban haji furodah, reguler dan khusus bagaimana. Sebab yang diakui oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan UU ada dua haji, yakni haji reguler dan haji khusus.

Istilah haji furodah muncul karena mereka diluar haji reguler dan haji khusus. Tetapi di mata hukum Pemerintah Arab Saudi, haji furodah legal.

Menurutnya, DPR sebagai pembuat UU semestinya tidak asal membolehkan haji furodah. Sebab harus dilihat konsekuensi lain dari aspek kelegalannya, hak dan kewajibannya. DPR jangan hanya melihat haji furodah dari satu aspek saja.

"Hitung juga dampak-dampak itu (haji furodah) kalau dilegalkan bagaimana, secara UU bagaimana apa legalitasnya," ujarnya.

Ia mengungkapkan, kalau haji furodah dibuka atau dizinkan oleh Pemerintah Indonesia, maka bagaimana perlindungan keamanan dan ketenangan jamaah haji furodah. Jangan sampai Kemenag dan Kementerian Kesehatan lepas tangan setelah haji furodah dilegalkan pemerintah sehingga menjadi masalah baru dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Dia menegaskan, jangan hanya melihat haji furodah dari satu aspek. Perlu dilakukan kajian secara menyeluruh dan komprehensif. Tapi menurut Mustolih, kalau masih menggunakan UU Nomor 13 Tahun 2008 maka akan sulit melegalkan haji furodah. Jangan sampai penyelenggara mengurusi haji furodah, tapi haji reguler jadi terabaikan.

Baca juga: Jamaah Furodah Telantar Dikirim ke Makkah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement