Kamis 23 Aug 2018 13:03 WIB

Sang Jenderal di Antara Jelata

Pangkat dan bintang yang ia sandang tak penting karena manusia sama di hadapan Allah.

Brigadir Jenderal Mutasem al-Omari dari Yordania saat mabit di pelataran gedung jamarat, Rabu (22/8).
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Brigadir Jenderal Mutasem al-Omari dari Yordania saat mabit di pelataran gedung jamarat, Rabu (22/8).

IHRAM.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami dari Makkah, Arab Saudi

MAKKAH -- Pelataran gedung Jamarat, di perbatasan Makkah dan Mina sudah penuh manusia lepas Maghrib itu. Jamaah dari berbagai negara mengemper menggelar tikar dan sajadah di bawah naungan gedung, di atas jalan raya, menanti tengah malam untuk menggenapi mabit.

Seorang jamaah kemudian nampak mencari tempat. Ia tinggi besar dengan kepala yang sudah tercukur sepenuhnya. Sajadah ia lempar di lantai, dan begitu saja duduk di antara jamaah Indonesia yang juga tengah bermabit jauh dari maktab. Di belakang mereka ada tempat sampah besar, terpaksa dihiraukan baunya.

“Nama saya Mutasem, seperti nama khalifah Abassiyah,” kata dia sembari tersenyum memperkenalkan diri. Yang ia maksud adalah Al Mutasim, putra Harun Alrasyid, yang terkenal dengan strategi militernya. Banyak rambut putih di jenggotnya yang tumbuh tipis. Usianya, kata Mutasim (53 tahun).

Dengan gamis putihnya, ia nampak tak berbeda dengan jamaah-jamaah lain di Mina malam itu. Jalanan berkonblok yang basah dan kotor berdebu nampak tak mengganggunya sama sekali.

Saat disinggung soal capaian Al Mutasim, baru lelaki di Mina itu membongkar jebatannya. Ia mendaku merupakan seorang perwira tinggi di Angkatan Darat Yordania. Posisinya tinggi di Military Consumer Establishment, salah satu kepanjangan tangan kemiliteran yang melayani kebutuhan masyarakat di Yordania.

Ia memperlihatkan fotonya dalam pakaian dinas di acara resmi di Yordania. Pin bintang-bintang dan mahkota di bahunya kemudian membongkar juga pangkat dia yang merupakan seorang brigadir jenderal.

“Tapi di sini itu semua tidak penting. Kita semua sama di depan Allah,” ujarnya.

Suasana menuju jamarat untuk melontar jumrah. Video: Fitriyan Zamzami

Ini kedua kalinya Mutasem ke Tanah Suci. Pada 1998 silam, ia pertama kali berangkat sebagai perwira menengah.

Saat itu, seturut peraturan di militer Yordania, ia harus menghafal minimal dua juz Alquran, menghafal buku hadits juga fiqh Syafi'iyah. Dapat nilai paling tinggi, ia kemudian ditugaskan melayani jamaah Yordania di Tanah Suci.

Tahun ini, ia berangkat dengan uang sendiri. Sebanyak 12 ribu riyal Arab Saudi ia habiskan untuk bepergian bersama istri. Dua malam perjalanan naik bus dari Amman hingga Tanah Suci.

Tak ada ajudan, tak ada hotel dan tenda khusus. “Hanya visa yang difasilitasi negara. Sisanya tidak ada,” ujarnya.

Ia justru nampak bangga dengan caranya sampai dan beribadah di Tanah Suci yang sederhana itu. “Orang boleh punya privilese di negara masing-masing. Tapi di sini, baju kita harus sama,” ujar ayah enam orang anak tersebut.

Mutasem juga menceritakan, lahir di Irbid alias Arbila di Utara Yordania, salah satu dekapolis Romawi saat imperium itu menguasai wilayah Yordania dan sekitarnya. Di kampungnya, ada papan silsilah yang ditempel di papan pengumuman.

Namanya, seperti banyak warga kampungnya, merupakan cabang yang merentang dari leluhur bernama Umar bin Khattab, sang khulafaur Rasyidin. “Iya, yang makamnya di samping Rasulullah di Masjid Nabawi,” ujarnya. Tahun ini, ia menuturkan sudah berziarah sebentar saat mampir sebentar di Madinah dari Yordania.

Pada ujung perbincangan, jamaah mulai diusir askar Saudi dari pelataran. “Tariq ya Hajj! Tariq ya Hajj!” kata sang askar meminta orang-orang minggir.

Saat tiba di depannya, sang askar yang berdiri dipandangi Mutasem sejenak dari tempatnya bersila. Ia kemudian berdiri perlahan mematuhi sang askar.

“Lihat, saya sama seperti Anda di sini, ikut diusir-usir,” ujar Brigadir Jenderal Mutasem al-Omari sembari minggir dari tempat duduknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement