Selasa 28 Aug 2018 13:52 WIB

Bagaimana Suara Masjid di Saudi?

Di Saudi, volume bacaan shalat kerap sama kerasnya dengan azan.

Ratusan ribu jamaah haji dari berbagai negara melaksanakan tawaf wada di Masjid Haram, Makkah, Kamis (23/8) waktu setempat. Selanjutnya, mereka berangsur-angsur akan kembali ke tanah air masing.
Foto: Dar Yasin/AP
Ratusan ribu jamaah haji dari berbagai negara melaksanakan tawaf wada di Masjid Haram, Makkah, Kamis (23/8) waktu setempat. Selanjutnya, mereka berangsur-angsur akan kembali ke tanah air masing.

IHRAM.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah

JEDDAH -- Buat jamaah haji Indonesia yang terbiasa mendengar lantunan puji-pujian dan ayat-ayat Alquran dari masjid-masjid terdekat, suasana di Arab Saudi berbeda dari di Tanah Air. Masjid-masjid di Saudi, bahkan di Tanah Suci Makkah dan Madinah, nyaris tak pernah menguarkan suara selain azan dan iqamat di luar waktu shalat.

Di Jeddah, misalnya, masjid hanya menguarkan bunyi ke luar saat azan dilantunkan untuk kemudkan disambung iqamat tak lama kemudian. Yang khusus hanya azan Subuh dan menjelang shalat Jumat.

Sewaktu subuh dan menjelang shalat Jumat, sekira tiga puluh menit menjelang masuk waktu shalat, ada azan pembuka untuk membangunkan dan mengingatkan warga. Selepas itu, saat masuk waktu shalat, azan utama dikumandangkan dan disusul iqamat. Sehubungan lokasi masjid-masjid yang berjauhan, saling bersahutannya azan juga jarang terdengar di Jeddah.

Hal serupa juga terdengar di Makkah dan Madinah. Masjid Nabawi dan Masjidil Haram jadi pengumandang azan utama yang diserukan ke seantero kota. Tak ada bacaan apa pun yang mendahului azan maupun di sela-sela azan dan iqamat, seperti di Tanah Air. Selain azan dan iqamat, imbauan shalat sunah berjamaah di masjid seperti untuk shalat Id atau shalat gerhana juga dilantangkan.

Baca: Meminta Jabatan

Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan saat shalat Subuh, Maghrib, dan Isya dilantangkan hingga menjangkau berkilo-kilometer perimeter masjid. Demikian juga, dengan khutbah Jumat yang suaranya menjangkau wilayah-wilayah di luar kedua masjid agung tersebut.

Hal serupa dilakukan masjid-masjid lain di Jeddah. Berbeda dengan di Tanah Air di mana bacaan shalat kebanyakan lebih rendah volumenya ketimbang azan, di Saudi volume bacaan shalat kerap sama kerasnya dengan azan.

Terlepas dari minimnya suara yang keluar dari masjid, azan jadi penanda yang ampuh di Saudi. Toko-toko langsung serentak tutup begitu azan berkumandang dan baru buka lagi saat shalat jamaah di masjid selesai dilakukan.

Beberapa tahun lalu, aturan berhenti beroperasinya perdagangan saat waktu shalat ini diawasi “surtoh”, sejenis polisi moral Kerajaan Saudi. Meskipun dua tahun belakangan petugas itu kian jarang terlihat, warga Saudi masih taat pada aturan tersebut. Dalam sejumlah kasus, pelanggan bisa terkunci di dalam toko atau warung makan bila belum selesai berbelanja saat azan berkumandang.

Selain itu, yang juga berbeda dari di Tanah Air, azan juga berkumandang di dalam lokasi-lokasi publik semacam pusat perbelanjaan atau hotel dan penginapan saat masuk waktu shalat meski tak terdengar sampai keluar.

Abdul Hadi, seorang mukimin asal Indonesia yang tinggal di Saudi sejak 1990-an menuturkan, masjid-masjid umumnya di Jeddah juga utamanya hanya dibuka pada saat shalat berjamaah. “Waktu jamaah sudah selesai shalat sunah dan zikir langsung dikunci masjidnya,” kata dia. Pengecualiannya di masjid-masjid di Tanah Suci dan yang kerap jadi lokasi ziarah jamaah haji dan umrah.

Kebiasaan soal suara yang dilantangkan dari masjid-masjid di Saudi itu seturut dengan Mahzab Hambaliyah dan Salafi-Wahabi yang secara resmi dianut kerajaan. Mahzab tersebut sangat berhati-hati soal melakukan hanya yang diperintahkan dalam Alquran dan pernah dicontohkan Rasulullah.

Bagaimana dengan di Tanah Air? Dari Madinah, Menag Lukman Hakim Saifuddin meminta masjid-masjid mematuhi imbauan yang sempat diedarkan Dirjen Bimas Islam Kemenag melalui surat edaran yang terbit pada 1978 silam. Menurutnya, dalam surat edaran tersebut sudah diatur secara perinci penggunaan pengeras suara di setiap masjid, mushala, dan langgar-langgar.

“Kita dalam menunaikan shalat wajib, di luar shalat wajib, dalam ceramah-ceramah yang dilakukan di masjid, langgar dan mushala itu sudah ada ketentuan detail,” kata Lukman di Madinah, Senin (27/8).

Di antara yang diatur dalam surat tersebut adalah pengeras suara keluar hanya dilantangkan untuk azan dan bacaan lain maksimal 15 menit menjelang shalat Subuh. Sedangkan, bacaan shalat dan doa-doa hanya dikeraskan untuk jamaah dalam masjid.

“Oleh karenanya, mari kita implementasikan, kita laksanakan seruan itu agar kehidupan bersama dapat berjalan dengan baik,” kata Menag.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement