IHRAM.CO.ID, Seturut pengembangan dan perluasan Masjdil Haram, banyak lokasi-lokasi bersejarah yang tergerus dan sukar diketahui. Berdasarkan kisah dari jamaah-jamaah haji terdahulu, wartawan Republika.co.id, Fitriyan Zamzami mencoba menelusuri beberapa di antaranya. Berikut tulisannya.
Jamaah sudah mafhum, Sa’i adalah salah satu ritual paling berat dari rangkaian haji dan umrah. Sekira 3,5 kilometer harus ditempuh jamaah selama tujuh kali bolak-balik di antara Bukit Safa dan Bukit Marwa.
Dahulu, jalur Sa’i adalah ruang terbuka dengan panas yang menyengat dari atas dan batu-batu berpasir di bawah kaki jamaah. Kini, lantai dan dinding marmernya tak begitu berbeda dinginnya dari balok-balok es.
Jamaah biasanya melintas dengan lekas, mengabaikan sekitar karena ingin lekas beranjak dari jalur Sa’i. Sepanjang menjalani itu, kebanyakan abai terhadap salah satu titik bersejarah di jalur tersebut.
Alkisah, pada masa-masa awal kerasulan Muhammad SAW, ajaran-ajaran Islam belum dikampanyekan secara terang-terangan. Terlebih, prinsip-prinsip dasar Islam saat itu dianggap mengancam konsep-konsep jahiliyah yang dipraktikkan warga Makkah saat itu.
Pada tahun kelima kenabian, tekanan dari kafir Quraysh kian kuat. Persekusi, bahkan ancaman pembunuhan menghantui komunitas Muslim yang belum begitu banyak jumlahnya. Juga kebanyakan dari kaum marjinal zaman itu seperti budak, kaum perempuan, dan pemuda-pemuda idealis.
Penampakan bagian timur jalur Sa'i di kaki Bukit Safa, Masjidil Haram. Area perluasan Masjidil Haram itu disebut merupakan lokasi berdirinya Darul Arqam.
Sehubungan tekanan itu, seperti diriwayatkan sejarahwan abad ke-8 Ibn Sa’ad dalam Kitab Tabaqat Alqubra, para pemeluk Islam kemudian belajar secara sembunyi-sembunyi. Mereka memilih rumah Al-Arqam bin Abil Arqam untuk menggelar “pengajian-pengajian” dan mendengarkan Nabi Muhammad SAW menyampaikan ajaran Islam.
Kediaman Al-Arqam dipilih karena ia terletak di gang-gang sempit di antara permukiman-permukiman lain di Makkah. Dengan begitu, para pemeluk Islam bisa keluar masuk rumah tersebut tanpa terlalu mencuri perhatian warga Makkah lainnya.
Di rumah itulah Hamzah bin Abdul Mutallib, sang paman Rasulullah menyatakan dirinya masuk Islam. Rumah itu juga yang dituju Umar bin Khattab saat hendak membunuh Rasulullah. Meski di tengah jalan Umar tergerak hatinya oleh bacaan Surat Taha yang tertulis dalam potongan lembaran Alquran milik adik perempuannya dan akhirnya masuk Islam di rumah Al-Arqam.
Rumah yang awalnya dibangun oleh seorang pria bernama Al-Khayzran itu sempat dibangun ulang oleh Khalifah Abbasiyah, Mansur ibn Muhammad pada abad ke-8. Sementara pada akhir abad ke-16, Sultan Uthmaniyah, Murad III, mengubahnya jadi masjid.
Pada 1920-an, Kerajaan Bani Saud mengubah lagi masjid itu menjadi bangunan madrasah dengan nama Darul Hadits. Di bawah Raja Abdullah bin Abdulaziz, madrasah itu dihancurkan seturut perluasan Masjidil Haram pada 1955.
Jamaah berfoto dengan petugas di Gerbang Al-Arqam. Kebanyakan bangunan Masjidil Haram saat ini sudah ditinggikan di atas level mulanya pada masa Rasulullah SAW.
Lantas, di mana lokasi berdirinya kediaman tersebut saat ini? Ibn Sa’ad dalam kitabnya memberi petunjuk, rumah Al-Arqam terletak di bagian timur tak jauh dari kaki Bukit Safa. Bisa ditarik garis lurus dari pintu Kakbah ke rumah tersebut.
Saat ini, lokasi tersebut kira-kira di dinding bagian timur jalur Sa’i beberapa meter sebelum jalur hijau tempat jamaah pria disyaratkan berlari-lari kecil. Pada level dasar jalur Sa’i, dahulu ada dinding yang bisa dijadikan perkiraan lokasi tersebut. Saat ini, dinding tersebut dihancurkan untuk perluasan jalur Sa’i. Ke arah timur ia menuju gerbang yang langsung menuju tangga keluar dari Masjidil Haram.
Satu-satunya indikasi bahwa di lokasi itu pernah berdiri madrasah pertama umat Islam adalah nama gerbang yang terletak pada level atas jalur Sa’i, “Babul Arqam”. Ia bukan gerbang utama Masjidil Haram, namun saat saya kunjungi pada Ahad (2/9), lima petugas berjaga di depannya.
Salah satunya kemudian memberikan jawaban khas petugas-petugas yang ditempatkan Kerajaan Saudi pada lokasi yang diangap bersejarah lainnya di Masjidil Haram. “Nama gerbang ini hanya kebetulan saja. Dia tak punya arti apa-apa”.