IHRAM.CO.ID, Seturut pengembangan dan perluasan Masjdil Haram, banyak lokasi-lokasi bersejarah yang tergerus dan sukar diketahui. Berdasarkan kisah dari jamaah-jamaah haji terdahulu, wartawan Republika.co.id, Fitriyan Zamzami mencoba menelusuri beberapa di antaranya. Berikut tulisannya.
Jamaah haji dan umrah yang mengunjungi Masjidil Haram paham, ada sejumlah pintu gerbang utama memasuki tempat suci tersebut. Utamanya, Gerbang Babussalam di bagian timur, Gerbang Malik Abdulaziz di bagian selatan, Gerbang Malik Fahd di bagian barat daya, dan Gerbang Alfatah di barat laut.
Kendati demikian, bukan melalui gerbang-gerbang itu saja jamaah bisa memasuki Masjidil Haram. Sedikitnya 120 pintu-pintu mengelilingi masjid dengan luas sekitar 350 ribu meter persegi tersebut.
Kira-kira 36 dari pintu-pintu tersebut, termasuk pintu-pintu utamanya, memiliki nama-masing-masing. Terlepas dari upaya Kerajaan Saudi yang terkesan mengaburkan konteks sejumlah lokasi bersejarah di area Masjidil Haram, kenang-kenangan masih bisa dirujuk melalui nama pintu-pintu tertentu di Masjidil Haram.
Kunci Ka'bah saat diganti karena telah berkarat
Salah satu konteks yang masih dipertahankan adalah penamaan Gerbang Babussalam. Gerbang itu jadi salah satu pintu masuk utama jamaah haji dan umrah sehubungan keyakinan bahwa Rasulullah SAW kerap melewati jalur tersebut ketika hendak ke Ka'bah dari kediamannya.
Seturut perluasan Masjidil Haram yang sudah berulang kali, gerbang itu tentu bukan berdiri pada lokasi awalnya. Ia saat ini berada di bagian timur jalur Sa’i, jauh dari posisinya pada masa lalu yang lebih dekat dengan Ka'bah di sebelah barat jalur Sa’i.
Sekira sepuluh meter ke arah Bukit Marwah dari Babussalam, ada sebuah undakan menurun menuju gerbang kecil lainnya bernomor 22. Saat saya kunjungi pada Ahad (2/9) lalu, dua dari tiga pintu yang berjejer di gerbang tersebut diberi penghalang. Nama gerbang tersebut, Babul Bani Shaibah.
Sejarahwan abad ke-8 Ibn Sa’ad dalam Kitab Tabaqat Alqubra menuturkan, pada sekitar tahun 600 Masehi, terjadi banjir besar yang menimbulkan sejumlah kerusakan pada Ka'bah. Suku-suku di Makkah kemudian bersepakat bergotong-royong memugarnya. Masing-masing suku mendapat jatah merestorasi masing-masing sisi dan rukun Ka'bah.
Saat pemugaran pungkas, mereka kemudian berebut soal siapa yang paling berhak mengembalikan Hajar Aswad pada tempatnya. Berhari-hari perdebatan itu tak mencapai titik temu dan pertumpahan darah hampir terjadi.
Pada hari ketiga atau kelima, mereka kemudian memutuskan untuk menyerahkan urusan itu pada orang terpercaya. Saat itu, datanglah Muhammad ibn Abdullah SAW menuju Makkah yang langsung ditunjuk menengahi perdebatan. Beliau datang dari arah kediaman Bani Shaibah.
Seiring kerapnya Rasulullah datang dari arah tersebut, di kemudian hari gerbang tersebut dijuluki Babussalam alias Gerbang Kedamaian. Dengan perimeter dan jarak serta lokasi berdampingan Babussalam dan Babul Bani Shaibah saat ini, keduanya sedianya memiliki akar lokasi yang sama yang jauh lebih dekat ke Ka'bah.
Tapi Babul Bani Shaibah bukan soal gerbang semata. Ia juga pengingat atas keteguhan Rasulullah menyerahkan urusan dan amanat kepada mereka yang paling berhak.
Juru Kunci Kabah, Syaikh Abdul Qadir Bin Taha Al-Shaibah yang telah wafat ini, salah satu keturunan Bani Shaibah,
Dikisahkan, sebelum kenabian Muhammad SAW sempat meminta Utsman bin Talhah, penjaga kunci Ka'bah untuk mengizinkannya berdoa dalam Ka'bah. Utsman bin Talhah yang punya tanggungjawab menjaga Ka'bah terkunci dari warga Makkah menolak permintaan itu. “Nanti akan datang suatu waktu ya Utsman, saat kunci itu ada di tanganku, dan aku akan menyerahkannya ke penjaga yang berhak,” kata Muhammad SAW sambil berlalu.
Dua dekade kemudian, Rasulullah datang bersama ribuan pasukan untuk menaklukkan Makkah yang berhasil ia lakukan tanpa menumpahkan darah. Saat itu, ia kembali meminta Utsman bin Talhah membukakan pintu Ka'bah. Utsman tetap menolak dan Ali ibn Abi Thalib Radiallahuanhu kemudian merebutnya secara paksa guna membukakan pintu Ka'bah untuk Rasulullah.
Di dalam Ka'bah, Rasulullah tiba-tiba mendapatkan wahyu yang disampaikan malaikat Jibril. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” bunyi Surat Annisa ayat 58 tersebut.
Penafsir Alquran abad ke-15 Jalaluddin al-Mahalli dan muridnya Jalaluddin as-Suyuthi menyimpulkan dalam Tafsir al-Jalalain bahwa ayat tersebut persis mengacu pada peristiwa kunci Ka'bah tersebut. Rasulullah kemudian menyerahkan kembali kunci tersebut kepada Utsman ibn Talhah sembari menyatakan siapapun tak akan merebut kunci itu dari Utsman bin Talhah dan keturunannya kecuali penguasa yang zalim.
Kagum dengan penghargaan Rasulullah, Utsman ibn Talhah mengucapkan dua kalimat syahadat saat itu juga. Utsman ibn Talhah merupakan anggota Bani Shaibah. Hingga saat ini, 1400 tahun setelah penaklukan Makkah, kunci Ka'bah masih dipegang secara turun temurun oleh keturunan Bani Shaibah tersebut.