Kamis 13 Sep 2018 11:28 WIB

Kemenag: Pembiayaan Ibadah Haji Hanya Pakai Riyal dan Rupiah

pembiayaan ibadah haji dibagi menjadi dua, yakni keperluan di Saudi dan di tanah air

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas Bank Mandiri Syariah melayani calon jamaah haji melakukan pelunasan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH)
Foto: Risky Andrianto/Antara
Petugas Bank Mandiri Syariah melayani calon jamaah haji melakukan pelunasan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan pemerintah melakukan pembayaran pembiayaan ibadah haji hanya menggunakan mata uang riyal dan rupiah. “Transaksi yang kami gunakan hanya dua mata uang, yakni riyal dan rupiah,” kata Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Terpadu Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kemenag Ramdhan Harisman kepada Republika.co.id, Rabu (12/9).

Ia menjelaskan pembiayaan ibadah haji dibagi menjadi dua, yakni keperluan di Saudi dan kebutuhan di dalam negeri. Ia menyebut pemerintah menetapkan 2,1 miliar riyal Saudi atau sekitar Rp 7,5 triliun (kurs Rp 3.700) untuk memenuhi kebutuhan di Saudi. Anggaran itu digunakan untuk kebutuhan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan layanan.

Baca Juga

Kemudian, Ramdhan melanjutkan, pemerintah menetapkan anggaran sebesar Rp 6,1 triliun untuk segala kebutuhan di dalam negeri, termasuk untuk tiket pesawat dan pemrosesan dokumen.

Ia tak menampik, maskapai penerbangan pasti menetapkan harga tiket pesawat mengacu pada nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Namun, kesepakatan antara Kemenag dan maskapai penerbangan menggunakan nilai tukar rupiah.

Karena itu, apabila ada dampak pelemahan rupiah, maka itu akan menjadi risiko perusahaan perbangan. Namun, apabila ada penguatan nilai tukar rupiah, maka menjadi keuntungan dari perusahaan. “Setelah kita sepakat dengan maskapai Garuda Indonesia dan Saudia, harga sudah ditetapkan. Kalau ada pergerakan nilai tukar rupiah, itu risiko maskapai penerbangan,” ujar dia.

Ramdhan mengatakan demand kebutuhan ibadah haji tahun ini sebesar 2,1 miliar riyal Saudi atau setara 560 juta dolar AS. Ia beranggapan nilai demand tersebut tidak terlalu tinggi jika dibandingkan kebutuhan yang membutuhkan dolar AS lebih besar. “Demand 560 juta dolar AS itu tidak terlalu besar,” ujar dia.

Pun kebutuhan pembiayaan ibadah haji tidak dikeluarkan sekaligus. Artinya, pengeluaran dilakukan bertahap sekitar empat hingga lima bulan sesuai tagihan yang dikeluarkan Saudi. “Paling Rp 100 juta per bulan, kan tak terlalu besar. Untuk kebutuhan operasional haji, ada yang di dalam dan Saudi,” kata dia.

Karena dibayar menggunakan rupiah, ia mengatakan, tidak berpengaruh dengan pergerakan nilai tukar rupiah. Selain itu, kendati mata uang riyal Saudi mengacu pada dolar AS, tetapi nilai tukarnya cenderung stabil. Sebab, Saudi memiliki cadangan devisa yang besar dan inflasinya stabil.

Mantan Deputi Senior Bank Indonesia Anwar Nasution menyebut ibadah haji dan umrah menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah. Keputusan pemerintah yang memberangkatkan jamaah dalam jumlah besar, berpotensi menguras devisa negara. Sayangnya, ia beranggapan hal itu tidak dimanfaatkan untuk memperkuat ekonomi Indonesia di Makkah dan Madinah.

"Indonesia mengirim jamaah umrah dan haji terbesar. Habis devisa untuk itu," kata Anwar Nasution, dalam diskusi Bisakah Bersatu Menghadapi Krisis Rupiah? Anwar menyayangkan anggaran yang dikeluarkan itu hanya akan mengalir ke luar negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement