Rabu 10 Oct 2018 12:51 WIB

Pemerintah Diminta Berdiplomasi dengan Saudi Soal Biometrik

Jangan sampai aturan ini menyulitkan jamaah dan menambah biaya.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah calon jamah haji kloter pertama melaksanakan perekaman biometrik di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (16/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah calon jamah haji kloter pertama melaksanakan perekaman biometrik di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (16/7).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII RI Sodik Mudjahid meminta harus ada pembicaraan Government to Government (G to G) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi mengenai aturan rekam biometrik. Menurut dia, pemerintah harus berupaya agar kebijakan rekam biometrik ini tidak menambah sulit jamaah umrah.

"Kalau harus dilaksanakan maka harus pembicaraan G to G dengan prinsip tidak menambah sulit dan tidak menambah mahal biaya umrah," ujar Sodik kepada Republika.co.id, Selasa (10/10).

Baca Juga

Ia mengatakan, saat ini pelaksanaan umrah makin sulit. Biaya umrah pun makin tinggi salah satunya karena adanya pajak progresif.

Ia menambahkan, aturan rekam biometrik memang baik untuk sisi keamanan. Akan tetapi, jangan sampai aturan ini menyulitkan jamaah dan menambah biaya pelaksanaan umrah.

"Untuk keamanan, biometrik oke, tetapi jangan membuat makin mahal dan makin sulit. Baitullah bukan milik Kerajaan Arab Saudi tetapi milik Allah, untuk semua hamba Allah," kata Sodik.

Politikus ini juga mengatakan, Kementerian Agama sudah menolak aturan rekam biometrik. Menurut dia, kebijakan yang diterapkan itu karena dianggap hanya gagasan pihak swasta di Kerajaan Arab Saudi.

Hal serupa juga dikatakan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Ia mempertanyakan apakah kebijakan aturan rekam biometrik membebani calon jamaah umrah Indonesia mengingat, kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan.

“Memang kalau sudah menjadi kebijakan Saudi, perlu ada pendekatan diplomasi pada pemerintah Saudi terkait kebijakan itu,” ujar dia.

Menurut Ace, prinsipnya, jika kebijakan itu tidak membebani jamaah, maka tak perlu dipersoalkan. Akan tetapi, jika ternyata mempersulit jamaah umrah, maka pemerintah harus melakukan diplomasi dengan Saudi.

“Intinya jangan sampai menjadi beban, misalnya orang Papua harus ke Makassar harus melakukan rekam biometrik itu,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement