Rabu 17 Oct 2018 16:23 WIB

Saudi Setuju Hapuskan Pajak Umrah Jamaah Pakistan

Pajak sekitar 2.000 riyal untuk jamaah umrah Pakistan dibebaskan

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Muhammad Subarkah
Rombongan jamaah haji terakhir asal Pakistan tinggalkan Jeddah, Ahad (8/10).
Foto: saudigazette.com
Rombongan jamaah haji terakhir asal Pakistan tinggalkan Jeddah, Ahad (8/10).

IHRAM.CO.ID, ISLAMABAD — Pemerintah Saudi setuju membebaskan pajak umrah sebesar 2.000 riyal (sekitar Rp 8 juta) pada jamaah umrah asal Pakistan yang beribadah setiap tahun. Pembebasan itu diupayakan oleh Perdana Menteri (PM) Imran Khan beberapa waktu lalu.

Dilansir di The News pada Rabu (17/10), selama kunjungannya ke Kerajaan Arab Saudi (KSA), PM Khan meminta pada Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman al-Saud untuk menghapuskan biaya tersebut. Pengenaan pajak haji dan umrah itu telah menjadi pembahasan Kementerian Agama dan Komite Senat.

Dalam pertemuan itu, Senator Maulana Abdul Ghafoor Haideri menceritakan Muslim Pakistan mengeluh tentang pengenaan pajak sebesar 2.000 riyal pada jamaah yang melakukan ibadah umrah dalam kurun waktu dua tahun. Sekertaris Menteri Agama dan Kerukunan Antaragama Pakistan, Muhammad Mushtaq menjelaskan melalui kebijakan pajak itu, pemerintah Saudi ingin mencegah pengulangan keberangkatan umrah oleh segelintir orang. Pun pajak tersebut dibebankan pada semua Muslim dari seluruh dunia, tidak hanya dari Pakistan saja. Namun, Mushtaq mengatakan, saat ini kebijakan itu dihapus atas permintaan Mesir dan Turki.

Kemudian, Mushtaq mengatakan PM Khan juga mengangkat masalah itu dengan pihak berwenang Saudi. Karena itu, Saudi menyatakan setuju menghapus beban pajak tersebut.

“Hanya masalah waktu menunggu mereka (Saudi) memberitahukan (penghapusan) kebijakan tersebut,” ujar Mushtaq.

Badan Senat juga menginformasikan kementerian tengah mempertimbangkan untuk membuka tender maskapai penerbangan haji di bawah skema pemerintah. Mushtaq mengatakan, saat ini Otoritas Penerbangan Sipil (CAA) mengizinkan empat maskapai penerbangan, yakni Pakistan International Airlines (PIA), Shaheen Airlines, Air Blue, dan Saudi Arabian Airlines untuk memberangkatkan calon jamaah haji (calhaj) ke Tanah Suci.

Dia beranggapan, kondisi itu dapat lebih menguntungkan apabila pemerintah membuka tender maskapai. Mushtaq mengatakan, pembatasan CAA itu membuat kementerian tidak dapat membuka tender untuk maskapai.

Terkait masalah Shaheen Airlines, Mushtaq mengatakan kementerian telah menulis surat kepada CAA untuk memasukkan maskapai penerbangan itu dalam daftar hitam. Kementerian juga meminta otoritas berwenang memasukkan nama-nama manajemen Shaheen Airline pada data Keluar dari Daftar Kontrol (ECL).

Mushtaq mengatakan maskapai Shaheen Air mendapat kuota memberangakatkan 30.526 calhaj dari berbagai tempat keberangkatan (POD) pada musim haji 2018. Angsuran pertama dari 35 persen uang muka atau sebesar 9.606.912 India rupee dari total 2.744.832.000 India rupee telah dibayarkan untuk maskapai penerbangan itu. Namun, Shaheen Airline tak kunjung memberi jadwal penerbangan haji. Akibatnya, beban Shaheen Airline langsung dialihkan pada maskapai penerbangan lainnya karena terbatasnya waktu.

Kementerian mengalami kerugian senilai 184.230.000 India rupee atas peristiwa itu. Maskapai penerbangan Shaheen Air International dinilai gagal bertindak profesional sesuai kesepakatan. Sebab, ternyata Shaheen Airlines tidak memiliki pesawat untuk mendarat di Bandara Quetta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement