Senin 26 Nov 2018 18:15 WIB

Empat Catatan Penyelenggaraan Haji dari DPR

Transportasi dinilai masih belum maksimal.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Hafil
Petugas Haji Daket Bandara membereskan koper jamaah Klotet 63 Debarkasi Jakarta-Bekasi di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, Selasa (25/9). Kloter tersebut merupakan kloter terakhir yang dipulangkan ke Tanah Air.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Petugas Haji Daket Bandara membereskan koper jamaah Klotet 63 Debarkasi Jakarta-Bekasi di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, Selasa (25/9). Kloter tersebut merupakan kloter terakhir yang dipulangkan ke Tanah Air.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat kerja dengan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terkait evaluasi pelaksanaan ibadah haji 1439 Hijrah/2018. Meski dalam penilaian Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat kepuasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji tahun ini mencapai 85,23 persen tapi Komisi VIII DPR  tetap memberikan evaluasi.

Setidaknya ada empat catatan evaluasi dari Komisi VIII DPR RI untuk penyelenggaraan haji tahun 2018. aspek akomodasi penginapan. Pada 2018 jamaah haji mendapatkan fasilitas penginapan berupa pemondokan yang selevel dengan hotel kelas bintang III. Namun faktanya masih ditemukan sejumlah pemondokan yang masih di bawah standar.

"Kami masih menemukan di beberapa temoat ada hunian pemondokan yang masih di bawah standar. Kami mengingatkan kepada kementerian agama supaya lebih tegas terhadap penyedia pemondokan yang memang dinilai bermasalah," tegas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/11).

Kemudian catatan kedua, menganai transportasi yang masih belum maksimal untuk mengangkut jemaah haji Indonesia. Menurut Ace, memang ada bus yang diberi nama bus Shalawat yang memberikan layanan antar jemput jemaah haji dari pemondokan ke Masjidil Haram. Tapi, kata Ace, pihaknya masih menemukan bahwa bus Shalawat itu tidak bisa sepenuhnya dapat digunakan oleh jamaah haji Indonesia. "Ini karena bus Shalawat masih banyak digunakan oleh jamaah haji negara-negara lain," keluhnya.

Selanjutnya, mengenai konsumsi penyediaan makanan memang ini lebih, sayangnya pada saat diperlukan makanan yaitu tiga hari menjelang hari H pelaksanaan ibadah haji justru jemaah haji dibiarkan. Akibatnya, para jamaah kesulitan untuk mendapatkan makanan. Tentu saja situasi ini, menurut Ace, tidak mengenakan untuk para jamaah.

"Padahal pada saat diperlukan makanan yakni tiga hari menjelang hari H pelaksanaan ibadah haji jamaah haji dilepas sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan makanan," tuturnya.

Catatan terakhir, yaitu terkait dari aspek tenaga petugas haji. Ke depannya, Kemenag sebagai koordinator pelaksanaan ini untuk lebih meningkatkan kualitas tenaga haji. Karena sampai saat, Ace mengaku, pihaknya masih menemukan banyaknya petugas haji, khususnya Tenaga Petugas Haji Daerah (TPHD) yang dipilih karena faktor kedekatan, bukan karena kompetensi yang dimiliki.

"Mereka (petugas) banyak didominasi oleh pihak-pihak yang punya kedekatan dengan kepala daerah. Jadi bukan betul-betul mereka memiliki kompentensi, kemampuan untuk melakukan bimbingan terhadap jemaah haji," tutup Ace. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement